Bisnis.com, JAKARTA - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengutarakan bahwa pemerintah tidak memilih opsi lockdown secara luas lantaran biaya yang dikeluarkan sangat mahal.
Sebagaimana diketahui, pemerintah melakukan penyesuaian dengan lebih mengetatkan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro mulai 22 Juni hingga 5 Juli 2021, akibat dari melonjaknya kasus Covid-19 dua minggu terakhir.
“Kita hargai berbagai pandangan orang tentang lockdown, tapi virusnya kan masih di sini. Kita lockdown sekarang, nanti [kembali terjadi] penularan berikutnya dan seterusnya begitu, cost-nya sangat mahal sekali,” katanya dalan video conference, Rabu (23/6/2021).
Iskandar menyampaikan, pengendalian dari sisi kesehatan dan pemulihan dari sisi ekonomi perlu berjalan beriringan. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk memberlakukan pengetatan PPKM MIkro ketimbang lockdown.
“Pilihan pertama tentunya aspek kesehatan, tapi kami juga tidak mau masyarakat kelaparan, oleh karena itu pemulihan ekonomi juga penting,” tuturnya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan berrdasarkan pengalaman sebelumnya, di mana pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 mengalami penurunan yang sangat dalam hingga mencapai 5,32 persen.
Baca Juga
Penurunan yang signifikan tidak hanya terjadi di Indonesia, negara lain pun mengalaminya, seperti China dan Singapura, bahkan Indiia yang mengalami kontraksi ekonomi hingga 16 persen.
“Dengan belajar dari pengalaman bagaiman mencegah Covid-19, di satu sisi kita mulai membangkitkan ekonomi, makanya pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 seharusnya beriringan dan kita tidak mungkin memulihkan ekonomi jika Covid-19 tidak terkendali,” jelasnya.