Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Komisi VI DPR Martin Manurung mendesak direksi PT Garuda Indonesia secepatnya melakukan tindakan penyelamatan perusahaan.
Di dalamnya termasuk renegosiasi dengan pihak perusahaan penyewaan pesawat (lessor) agar kerugian tidak terus terjadi.
Desakan itu disampaikan Martin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan jajaran direksi Garuda Indonesia yang dipimpin oleh Dirut Garuda, Irfan Setiaputra, Senin (21/6/2021).
Rapat dipimpin Mohammad Heykal dari Fraksi Gerindra dan Martin Manurung dari Fraksi NasDem.
“Penyelamatan ini speed-nya kurang cepat Pak. On going loss-nya masih tinggi. Renegosiasi dengan lessor harus cepat,” ujar Martin saat menanggapi paparan Irfan di ruang Rapat Komisi VI DPR.
Menurut Martin DPR akan mendukung penyelamatan Garuda secara politik, namun maskapai penerbangan harus terbuka soal apa yang terjadi termasuk soal kesepakatan dengan para lessor.
Bahkan, Martin menyarankan pihak Garuda memberikan laporan tertutup kepada komisi DPR. Hal itu ditegaskan Martin andai Garuda tidak berkenan melakukan rapat terbuka terkait kesepakatan dengan para lessor dan soal dana minimal (baseline) yang dibutuhkan untuk penyelamatan.
“Hampir seluruh fraksi di DPR sepakat Garuda sebagai flag carrier diselamatkan. Itu dukungan politiknya. Akan tetapi Garuda juga harus terbuka berapa baseline yang dibutuhkan untuk penyelamatan perusahaan,” ujar Martin.
Martin menegaskan DPR tidak ragu untuk membantu Garuda. Akan tetapi, DPR tidak mau membantu para pemburu rente. Hal itu ditegaskan Martin merujuk pada kesepakatan dengan para lessor.
“Kalau ada ketidakwajaran di sektor keuangan seperti ternyata kontrak pesawat lebih mahal maka kalau perlu ambil tindakan hukum pada lessor,” katanya.
Dalam paparannya, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan pihaknya lebih memilih opsi kedua atau opsi ketiga dari empat opsi penyelamatan yang ada saat ini.
“Kami lebih memilih opsi kedua dan ketiga, yakni restruksturisasi. Karena utang ini tidak mungkin ditanggung negara semua,” ujarnya.
Opsi kedua adalah menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi Garuda Indonesia. Artinya, menggunakan legal bankruptcy process untuk merestrukturisasi kewajiban seperti utang, sewa, kontrak kerja.
Sedangkan opsi ketiga adalah merestrukturisasi Garuda Indonesia dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru.
“Ini memang opsi paling rasional kalau dieksekusi dengan baik dan bisa disepakati kreditur termasuk BUMN,” katanya.
Sedangkan terkait renegosiasi dengan 31 lessor, dia mengatakan pihaknya tengah melakukan upaya itu.
Bahkan, ujar Irfan, dari 31 ada dua lessor yang siap menerima pengembalian pesawat dan kasusnya selesai.