Bisnis.com, JAKARTA – Hingga Juni 2021, PT PLN (Persero) telah berhasil melakukan implementasi co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara pada 17 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Dari proyek co-firing tersebut, perseroan telah menghasilkan energi hijau dari ekivalen kapasitas pembangkit 189 megawatt (MW).
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi mengatakan pencapaian ini menjadi bukti keseriusan PLN mendukung program pemerintah dalam percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menuju target 23 persen pada 2025.
“Program co-firing pada PLTU juga membantu PLN dalam mengurangi konsumsi batu bara sehingga bisa menekan emisi karbon, di samping meningkatkan bauran energi baru terbarukan,“ kata Agung melalui keterangan tertulis, Senin (21/6/2021).
Dari total 17 PLTU yang menggunakan biomassa secara komersial tersebut, sekitar 12 PLTU tersebar di Jawa dan 5 lainnya berada di luar Jawa. Pembangkit-pembangkit itu dikelola 2 anak usaha PLN, yaitu PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).
Indonesia Power menghasilkan energi hijau melalui co-firing di PLTU Suralaya 1-4, PLTU Suralaya 5-7, PLTU Sanggau, PLTU Jeranjang, PLTU Labuan, PLTU Lontar, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Barru dan PLTU Adipala.
Baca Juga
Sedangkan PJB menghasilkan energi hijau melalui co-firing PLTU Paiton Unit 1-2, PLTU Pacitan, PLTU Ketapang, PLTU Anggrek, PLTU Rembang, PLTU Paiton 9, PLTU Tanjung Awar-Awar, dan PLTU Indramayu.
Dalam pelaksanaan co-firing di 17 PLTU, kedua anak usaha PLN itu memanfaatkan limbah serbuk kayu atau sawdust, woodchip, dan SRF (Solid Recovered Fuel dari sampah). Untuk 2021, diperkirakan kebutuhan biomassa untuk bahan bakar pembangkit mencapai 570.000 ton.
Untuk menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa, lanjut Agung, PLN telah mendapat kepastian pasokan dari sejumlah perusahaan.
“Terima kasih kepada para mitra pemasok biomassa ke PLTU PLN. Semoga kerja sama ini terus berlanjut dan bisa memberi nilai tambah bagi para mitra,” katanya.
Co-firing merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batu bara di PLTU.
Biomassa bisa diambil dari limbah pertanian, limbah industri pengolahan kayu, hingga limbah rumah tangga serta tanaman energi yang ditanam pada lahan kering atau dibudidayakan pada kawasan Hutan Tanaman Energi seperti pohon Kaliandra, Gamal dan Lamtoro.
Melalui co-firing, PLN mampu dengan cepat meningkatkan bauran energi terbarukan tanpa melakukan investasi untuk membangun pembangkit baru.
“Manfaat lain dari co-firing ini juga menjadi salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan sampah/limbah di Tanah Air,” kata Agung.
Sebagai wujud nyata transformasi PLN melalui aspirasi Green, PLN terus meningkatkan bauran energi hijau dalam penyediaan listrik nasional. Perseroan menargetkan peningkatan kapasitas pembangkit EBT menjadi 16 gigawatt (GW) pada 2024.
Salah satu caranya melalui program co-firing di 52 Lokasi PLTU dengan total kapasitas 18.154 MW, terdiri atas 16 PLTU yang berada di Jawa Madura Bali (Jamali) dan 36 PLTU di luar Jamali.
Hingga kini, dari total 16 unit PLN di Jamali, sekitar 14 unit sudah melakukan uji coba co-firing dan 12 unit PLTU sudah implementasi.
Sebaliknya di luar Jawa, program co-firing telah dilakukan uji coba di 27 PLTU, sebanyak 5 PLTU sudah dalam tahap implementasi.
"Jumlah ini akan terus bertambah sesuai roadmap yang telah ditetapkan," imbuh Agung.