Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wacana Pajak Sembako, Wamenkeu: Bukan Niat Pemerintah Keruk Pendapatan

Pemerintah mengajukan revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Salah satu isi dalam perubahan itu adalah ketentuan untuk menghapus pengecualian 11 kelompok sembako menjadi barang kena pajak
Menkeu Sri Mulyani blusukan ke Pasar Santa, Kebayoran untuk bertemu pedagang sekaligus menjelaskan soal pajak sembako/IG: @smindrawati
Menkeu Sri Mulyani blusukan ke Pasar Santa, Kebayoran untuk bertemu pedagang sekaligus menjelaskan soal pajak sembako/IG: @smindrawati

Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan bahwa pemerintah ingin meningkatkan rasio perpajakan dengan cara yang hati-hati. Itu sebabnya tidak ada niat untuk semata-mata mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sembako.

Saat ini, pemerintah ingin melakukan reformasi pendapatan. Berlandaskan pada pemikiran itu, Negara mengajukan revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Salah satu isi dalam perubahan itu adalah ketentuan untuk menghapus pengecualian 11 kelompok sembako menjadi barang kena pajak. Akan tetapi, tambah Suahasil ini untuk memastikan kerangka kebijakan bisa mendukung perpajakan jangka menengah.

“Bukan menjadi niatan pemerintah untuk hanya sekadar memastikan kita memperoleh lebih banyak pendapatan,” katanya pada diskusi Bank Dunia secara virtual, Kamis (17/6/2021).

Suahasil menjelaskan bahwa yang lebih penting dalam revisi UU KUP yaitu kesetaraan dalam prinsip perpajakan. Alasannya, saat ini di Indonesia ada barang yang murah tapi ada pula yang begitu tinggi.

“Kami percaya prinsip kesetaraan dalam pajak harus ada. Itu yang harus ada. Itu harus kita terapkan,” jelasnya.

Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mencatat, struktur pajak berpengaruh pada perumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara.

Berdasarkan penelitian pada negara berpendapatan menengah, pajak langsung khususnya PPh badan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pajak tidak langsung seperti PPN berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Saat ini, dua jenis pajak yang peling tinggi menyumbang penerimaan negara adalah PPN sebesar 42 persen dan PPh badan 34 persen. Sementara PPh orang pribadi (OP) masih rendah di angka 9 persen.

Ini sangat berbeda dengan negara maju. Kontribusi PPh OP semakin tinggi. Korea Selatan contohnya, sebesar 18 persen. Amerika Serikat lebih tinggi lagi, yaitu 42 persen.

Untuk menuju struktur pajak optimal, PPh OP dan PPN perlu ditingkatkan. Kinerja PPN dapat dimaksimalkan melalui pengurangan fasilitas, mendorong kepatuhan, atau kenaikan tarif yang produktif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper