Bisnis.com, JAKARTA - Proyeksi kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat menimbulkan riak di pasar Asia karena dolar imbal hasil obligasi pemerintah melonjak, mengurangi tekanan pada beberapa bank sentral terbesar di kawasan itu dan memperumit prospek untuk yang lain.
Marc Chandler, kepala strategi pasar di Bannockburn Global Forex mengatakan itu akan memiliki konsekuensi langsung untuk Asia dan kawasan lain.
Ekspektasi untuk suku bunga AS yang lebih tinggi cenderung menyedot modal dari Asia dan menekan mata uang lokal serta meningkatkan biaya pinjaman.
Kondisi ini mungkin menguntungkan bagi People's Bank of China (PBOC) dan Bank of Japan karena membendung kenaikan mata uang yang tidak diinginkan.
Namun, bank sentral di negara berkembang seperti India dan Indonesia mungkin akan kewalahan mengingat keterbatasan ruang untuk melonggarkan kebijakan.
"Jika suku bunga AS benar-benar naik secara berkelanjutan dan dolar bergerak lebih tinggi, banyak negara pasar berkembang akan tertekan, terutama di mana perbedaan suku bunga telah menjadi dukungan penting,” katanya, dilansir Bloomberg, Kamis (17/6/2021).
Baca Juga
Teresa Kong, manajer portofolio di Matthews International Capital Management LLC di San Francisco mengatakan pengumuman Fed menyebabkan bank sentral di pasar berkembang memiliki fleksibilitas kebijakan yang lebih sempit, menggeser probabilitas ke tingkat yang lebih tinggi untuk meredam inflasi, meskipun ekonomi mungkin mendapat manfaat dari suku bunga yang lebih rendah dalam jangka yang lebih lama.
Dolar AS mengalami reli terbesar dalam setahun setelah pertemuan Fed, secara tidak proporsional memukul pasar Asia, berdasarkan ukuran pergerakan yang disesuaikan dengan risiko.
Peso Filipina, rupiah Indonesia, dan won Korea Selatan termasuk di antara yang berkinerja buruk terbesar sejak pengumuman kebijakan.
"Kami melihat bank sentral regional di Asia dan memperdebatkan mana yang bisa bergerak lebih awal dari proyeksi dan beberapa di antaranya bisa bergerak lebih dulu dari Fed," kata Stephen Chang, manajer portofolio yang berbasis di Hong Kong di Pacific Investment Management Co. Bloomberg TV.
Dia menyebut Bank of Korea dan Australia sebagai kandidat yang mungkin akan mengambil langkah yang lebih cepat dari yang diantisipasi.
Dalam pidatonya, Gubernur Reserve Bank of Australia (RBA) Philip Lowe mengatakan persyaratan untuk menaikkan suku bunga acuan dapat dipenuhi pada 2024 dalam beberapa skenario yang telah ditinjau bank, tetapi tidak dalam skenario lainnya.
Pasar juga akan mencermati komentar dari Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo atas sikapnya terhadap Fed. Dia diperkirakan akan mempertahankan suku bunga selama empat bulan berturut-turut, waspada terhadap volatilitas keuangan.
Adapun untuk Bank of Japan, ahli strategi pasar global di Invesco Asset Management di Tokyo mengatakan langkah Fed mungkin menawarkan beberapa penangguhan tekanan.
"Yang harus dilakukan BOJ adalah tetap berpegang pada apa yang telah mereka lakukan untuk target inflasi yang jauh," kata Kinoshita.
Adapun PBOC, kemungkinan akan menyambut pergeseran Fed juga karena bergulat dengan kekuatan yuan, lonjakan arus masuk modal dan harga komoditas yang tinggi. Bank sentral telah vokal dalam memperingatkan terhadap ekspektasi apresiasi yuan yang sedang berlangsung.
Sebelumnya diketahui, setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Fed merilis perkiraan yang menunjukkan bahwa mereka mengantisipasi dua kenaikan suku bunga hingga akhir 2023, lebih cepat dari yang diperkirakan banyak orang.
Gubernur Fed Jerome Powell mengatakan pada konferensi pers bahwa para pejabat akan memulai diskusi tentang pengurangan pembelian obligasi yang digunakan untuk mendukung pasar keuangan dan ekonomi selama pandemi.