Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom berpandangan rencana revisi besaran pungutan ekspor maupun bea keluar pada CPO bisa menjadi momentum untuk mendorong ekspor di tengah tingginya permintaan pada komoditas tersebut.
“Saya kira jika revisi benar-benar diterapkan akan menjadi bagian dari kebijakan counter cyclical. Ini akan menjadi stimulan perdagangan internasional yang memanfaatkan momentum kondisi harga CPO. Permintaan dunia juga tinggi,” kata Fithra, Minggu (13/6/2021).
Dalam situasi normal, besaran pungutan ekspor CPO bergerak proporsional seiring kenaikan harga komoditas tersebut. Tetapi, Fithra mengatakan relaksasi tarif bisa menjadi momentum pendorong ekspor ketika CPO sedang menikmati kenaikan harga dan permintaan.
“Saya kira momentum seperti ini tidak akan lama dan kebijakan seperti ini akan fleksibel. Namun untuk saat ini diperlukan karena ekspornya sedang tumbuh dan kita memerlukan sumber pertumbuhan yang signifikan sampai akhir tahun,” lanjutnya.
Fithra juga berpendapat revisi besaran pungutan ekspor tidak akan terlalu berpengaruh pada keberlanjutan program biodiesel tahun ini. Dia meyakini pasokan biodiesel tetap akan memadai karena permintaan cenderung belum pulih. Sebagai contoh, konsumsi biodiesel pada 2020 tercatat turun 12 persen menjadi 8,4 juta kiloliter.
“Karena permintaan belum pulih juga, saya kira biodiesel masih memenuhi kebutuhan domestik. Sisi demand belum terangkat sehingga saya rasa pasokan masih memadai. [Penyesuaian pungutan] Tidak terlalu mendistorsi,” kata dia.
Bisnis telah mencoba menghubungi Deputi Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud untuk ditanyai soal rencana revisi pungutan ekspor yang mengemuka. Tetapi sampai berita ini ditulis, pertanyaan belum direspons.