Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia terus berkomitmen melakukan upaya restorasi dan rehabilitasi hutan dan kawasan sebagai salah satu upaya bersama dalam mencegah perubahan iklim dunia.
Berbicara dalam Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diselenggarakan secara virtual Sabtu, (5/6/2021), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan kegiatan restorasi ekosistem berperan sangat signifikan dalam penurunan gas rumah kaca (GRK) serta peningkatan stok karbon di alam, yang menjadi faktor penting dalam pengendalian perubahan iklim.
“Indonesia sangat serius dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Kegiatan restorasi ekosistem pada berbagai tataran, mulai dari kebijakan, operasional dan implementasinya berperan sangat penting terhadap penurunan emisi karbon (GRK) maupun dalam mempertahankan dan meningkatkan stok karbon di alam ini,” kata Siti Nurbaya, dikutip dari youtube Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Senin (7/6/2021).
Selama 2015-2021, kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan pemerintah dan multistakeholder telah berhasil memulihkan lahan seluas 4,69 juta hektar, termasuk di lahan gambut dan mangrove yang bertujuan meningkatkan produktivitas ekosistem hutan dan lahan yang terdegradasi.
Tak hanya itu, restorasi ekosistem juga dilakukan dalam bentuk izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem (IUPHHK-RE), yang berfungsi mengembalikan kondisi suatu ekosistem hutan yang telah terdegradasi ke keadaan yang mendekati semula.
Sampai saat ini, tercatat 16 unit manajemen restorasi yang beroperasi dengan luas kawasan mencapai 622.861 hektar. Unit manajemen ini terdapat pada berbagai tipe ekosistem, yakni, di hutan dataran rendah 24%, hutan dataran tinggi 14%, ekosistem mangrove 2%, ekosistem gambut 59% dan rawa 1%.
Tak hanya mendorong restorasi ekosistem, Siti juga memaparkan sejumlah keseriusan komitmen Indonesia dalam mencegah perubahan iklim, misalnya dengan pengendalian laju deforestasi, penghentian konversi hutan primer dan gambut, penurunan kebakaran hutan dan lahan, rehabilitasi hutan dan mangrove, ekonomi sirkuler, pengembangan energi terbarukan, mendorong program iklim (Proklim) di masyarakat hingga mendorong implementasi ekonomi hijau.
Salah satu unit pengelolaan restorasi, yakni Restorasi Ekosistem Riau (RER), merupakan salah satu contoh pengelolaan IUPHHK-RE di kawasan ekosistem gambut yang berfungsi menjaga, memulihkan dan merestorasi hutan yang penting secara ekologis.
Terletak di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang di Provinsi Riau, RER turut andil dalam menjaga stok karbon dan melestarikan keanekaragaman hayati di konsesi seluas 150.693 hektare (ha) di Riau. Besaran lahan tersebut setara dengan luas kota London.
“Kami menggunakan empat pendekatan dalam restorasi, yaitu melindungi, menilai, restorasi, dan mengelola. Berdasarkan laporan terakhir yang kami rilis, sebanyak 823 spesies tercatat hidup di kawasan ini, termasuk spesies langka dan terancam punah,” kata Nyoman Iswarayoga, External Affairs Director RER, yang berbicara terpisah dalam Indonesia Climate Change Virtual Expo & Forum 2021, rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diselenggarakan KLHK tersebut.
RER merupakan program restorasi ekosistem yang diinisiasi produsen pulp dan kertas, Grup APRIL, penghasil kertas merk “PaperOne” yang beroperasi di Provinsi Riau. RER merupakan perwujudan dari komitmen 1 for 1 APRIL, yakni mengkonservasi 1 hektar lahan dari setiap 1 hektar lahan yang dikelola perusahaan yang mengedepankan pendekatan lanskap proteksi-produksi ini.
Bertepatan dengan Hari Peringatan Lingkungan Hidup Sedunia, RER juga merilis RER Progress Report yang berisi berbagai kemajuan dalam restorasi dan melindungi keanekaragaman hayati selama 2020. Selain peningkatan inventarisasi flora dan fauna, RER juga berhasil menjaga kawasannya dari karhutla selama 7 tahun berturut-turut, memprakarsai berbagai penelitian keanekaragaman hayati hingga mendukung penyelamatan dan pelepasliaran Harimau Sumatra Corina belum lama ini.
Sebagai informasi, sejalan dengan komitmen APRIL2030 yang diluncurkannya pada November tahun lalu, Grup APRIL telah menyelesaikan pembangunan pusat penelitian Eco-Research Camp yang berfungsi sebagai pusat ilmu pengetahuan lahan gambut tropis untuk ilmuwan dan akademisi nasional maupun internasional serta pemangku kepentingan.
Lewat APRIL2030, Grup APRIL juga terus mendukung penerapan lanskap yang berkembang di area operasional dengan dukungan terhadap inisiatif restorasi melalui kolaborasi dan kerjasama.
Perusahaan menyiapkan pendanaan dari setiap ton serat yang digunakan dalam produksi hingga US$10 juta per tahun untuk investasi di bidang lingkungan dalam 10 tahun ke depan. APRIL juga mendukung perlindungan dan konservasi satwa liar, termasuk yang terancam dengan serangkaian kemitraan.
Dalam webinar yang sama, Wakil Menteri LHK Alue Dohong kembali menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi laju gas rumah kaca sebesar 29% secara Business As Usual (BAU), dan sampai 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030.
Komitmen tersebut tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contributions (NDC), dengan pengurangan 29% tersebut setara dengan 826 Jt ton CO2, sedangkan penurunan 41% setara dengan lebih dari 1,02 Miliar Ton CO2.
Pada kesempatan tersebut, Alue juga menyampaikan pandangan Indonesia atas beberapa agenda negosiasi COP-26 (Konferensi Perubahan IKlim) UNFCCC Glasgow, antara lain terkait penyelesaian Paris Rules Book, Common Time Frame (CTF) untuk NDC, isu Transparancy, dan Mengenai Sources of Input untuk GLobal Stocktake (GST).
Serta harapannya terhadap soft diplomacy pavilion Indonesia COP-26 UNFCCC Glasgow yang akan diselenggarakan pada tanggal 1-12 November 2021.
“Soft diplomacy [Mengenai Pengendalian Perubahan Iklim] di Paviliun Indonesia diharapkan tidak hanya diupayakan melalui sesi-sesi diskusi atau pertemuan, tetapi juga dapat dilakukan melalui pengenalan seni, budaya, dan keramahan bangsa Indonesia kepada masyarakat dunia,” ujar Alue saat membuka Indonesia Climate Change Virtual Expo & Forum 2021, Menuju COP-26 UNFCCC Glasgow pada Sabtu, (5/6/2021).