Bisnis.com, JAKARTA — Industri makanan dan minuman menilai dengan kinerja ekspor makanan yang mencapai US$31 miliar atau setara Rp441,62 triliun (kurs Rp14.245), seharusnya sudah menjadikan Indonesia sebagai produsen halal terbesar di dunia.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan angka ekspor tersebut sangat jauh lebih besar jika dibandingkan Malaysia. Namun, berdasarkan Indikator Ekonomi Islam Global pada 2019, Indonesia masih menduduki peringkat keempat eksportir halal dunia setelah Malaysia, Singapura, dan Uni Emirat Arab.
Adapun peluang peningkatan permintaan makanan halal dunia diproyeksi akan mencapai US$1,38 triliun pada 2024. Oleh karena itu harus digarap serius oleh industri makanan Tanah Air.
"Seharusnya kita sudah menjadi eksportir produk halal dunia terbesar karena setiap produk yang kita ekspor pasti halal. Jadi ini hanya masalah pencatatan saja ke depan deklarasi bahwa ekspor kita halal harus lebih dilakukan," katanya dalam rangkaian webinar iiMotion 2021, Minggu (6/6/2021).
Menurut Adhi saat ini secara global halal bukan hanya menjadi kepercayaan tetapi lebih pada tren global. Pasalnya, dengan jaminan halal kualitas dan higienitas makanan menjadi lebih dipercaya bahkan di negara-negara non-muslim.
Sebelumnya, Adhi mengapresiasi UU Cipta Kerja yang telah menambah beberapa pasal dalam UU Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Pasal yang ditambahkan adalah penegasan bahwa biaya sertifikasi JPH pelaku UMKM akan dibantu pemerintah.
Selain itu, pelaku UMKM juga dapat melakukan deklarasi mandiri terkait produk halal.
Adhi mencatat setidaknya ada sekitar 2 juta unit UMKM mamin di dalam negeri yang memiliki setidaknya 3 produk per unit. Artinya, akan ada sekitar 6 juta sertifikasi JPH yang harus diterbitkan oleh Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH) dalam waktu dekat.
Sekretaris BPJPH M. Lutfi Hamid sebelumnya juga mendorong agar industri kecil menengah mulai agresif melakukan deklarasi mandiri untuk produknya karena akan lebih menelan biaya yang rendah atau sekitar Rp400.000-Rp500.000 tentunya dengan syarat produknya terjamin halal dan tidak beresiko.
"Sertifikasi ini juga akan berlaku 4 tahun dan sudah diakui secara WTO sedangkan kalau reguler biaya sertifikasi yang dibebankan mulai Rp2,5 juta," katanya.
Per Maret 2021, BPJPH mencatat ada 19.071 jumlah pendaftar sertifikasi halal. Sementara sertifikat yang sudah dikeluarkan baru 7.536 atau 39,52 persen untuk 93.547 produk.