Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan bakal memiliki wewenang dalam memberikan atau meminta bantuan penagihan pajak ke negara maupun yurisdiksi mitra.
Klausul ini tertera pada draf Revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Berdasarkan konsep RUU yang diterima Bisnis, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memasukkan kewenangan tersebut di antara pasal 20 dan 21, yaitu pasal 20A ayat 1 dan 2.
Pasal 3 tertulis pemberian bantuan dan permintaan penagihan bantuan pajak dilakukan berdasarkan perjanjian internasional dengan prinsip resiprokal.
Sedangkan negara atau yurisdiksi mitra merupakan negara atau yurisdiksi yang terikat dengan pemerintah Indonesia dalam perjanjian internasional.
“Perjanjian internasional yang berkaitan dengan bantuan penagihan pajak meliputi persetujuan penghindaran pajak berganda, konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan, atau perjanjian bilateral atau multilateral lainnya,” tulis pasal 5 yang dikutip Bisnis.
Bantuan penagihan pajak yang bisa dilakukan Dirjen Pajak berdasarkan draf, setelah diterima klaim pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Baca Juga
Klaim pajak paling sedikit memuat nilai klaim pajak yang dimintakan bantuan penagihan dan identitas penanggung pajak.
Klaim ini merupakan dasar penagihan pajak yang dilaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Hasil penagihan pajak atas klaim pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra ditampung dalam rekening pemerintah lainnya sebelum dikirimkan ke negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan permintaan bantuan penagihan pajak serta penampungan hasil penagihan pajak atas klaim pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
“Terhadap ketentuan penagihan pajak yang tidak diatur secara khusus dalam pasal ini, berlaku peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penagihan pajak,” papar ayat 11 pasal 20A.