Bisnis.com, JAKARTA – Rencana Marco Polo Marine, perusahaan pelayaran asal Singapura, dalam memperbesar kepemilikan sahamnya hingga 72 persen ke dalam perusahaan pelayaran lokal PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk. (BBRM) harus melalui verifikasi aturan yang berlaku dalam hukum pelayaran di Indonesia.
Seperti yang dilaporkan oleh laman Business Times pada Senin (24/5/2021), perusahaan ini sudah mengantongi sebesar 34,8 persen saham BBR dan berencana memperbesar kepemilikan sahamnya hingga 72 persen. Rencana ini pun disebut hanya tinggal menunggu persetujuan pemilik saham.
Menanggapi aksi korporasi tersebut, Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, mengungkapkan bahwa rencana Marco Polo Marine itu sah-sah saja. Namun, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) perlu terlebih dahulu memverifikasi keberadaan BBRM agar sudah memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam UU No.17/2008 tentang Pelayaran.
“Khususnya pasal 29 ayat 2 yang mensyaratkan agar perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang hendak bekerja sama dengan perusahaan angkutan laut asing atau badan hukum asing dalam bentuk usaha patungan memiliki kapal berbendera Indonesia dengan ukuran GT 5000 dan diawaki oleh kru berkewarganegaraan Indonesia. Saya feeling BBRM sepertinya tidak memenuhi persyaratan ini,” ujarnya, Minggu (30/5/2021).
Apabila demikian, rencana Marco Polo Marine menambah sahamnya di BBRM berpotensi melanggar aturan yang ada dalam UU No.17/2008 tentang Pelayaran.
“Jadi, sebelum melangkah lebih jauh, pihak Marco Polo Marine sebaiknya kembali mengkaji dengan saksama rencana ekspansi kepemilikan saham mereka di BBRM. Sesuai UU No.17/2008 pasal 158 ayat 2 poin 3, perusahaan asing dilarang memiliki saham mayoritas pada perusahaan pelayaran nasional,” kata Siswanto.
Baca Juga
Selain itu perusahaan jasa logistik terintegrasi itu tetap melanjutkan rencana akuisisi saham BBRM, pelaku usaha sejenis atau pelayaran offshore di dalam negeri pasti akan bereaksi sehingga bisa saja memicu kegaduhan. Kegaduhan ini jelas kontraproduktif bagi semua pelaku usaha. Baik Marco Polo Marine, BBRM dan perusahaan pelayaran offshore domestik lainnya akan direpotkan dengan kegaduhan itu.
Siswanto menyarankan agar Marco Polo Marine dan BBRM duduk bersama dengan para pelaku usaha di sektor pelayaran lepas pantai dalam negeri untuk mencari jalan keluar yang saling menguntungkan alias win-win solution.
“Sebagai pengusaha tentu mereka lebih paham bagaimana menyelesaikan masalah atau potensi masalah yang akan muncul. Jadi berunding sajalah terlebih dahulu,” tekannya.