Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai negara yang telah meratifikasi Paris Agreement dan dituangkan dalam Nationally Determined Contributions (NDC), Indonesia berkomitmen mengurangi emisi sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41 persen dukungan Internasional. Akan tetapi dana yang dibutuhkan cukup besar.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Djoko Hendratto mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pendanaan sebesar US$247 miliar atau sekitar Rp3.461 triliun selama periode 2018-2030.
“Lebih rinci, KLHK [Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan] mengestimasi kebutuhan Indonesia untuk mencapai target NDC setiap tahun adalah sebesar Rp343,32 triliun,” katanya Kamis, (27/5/2021).
Djoko menjelaskan bahwa merujuk pada pendanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), terdapat jarak yang begitu besar, yaitu sekitar 60 persen sampai 70 persen dari total kebutuhan dananya.
Salah satu upaya untuk mendukung pendanaan NDC adalah dengan dibentuknya Indonesian Environment Fund (IEF) atau BPDLH pada 2019. Ini merupakan badan layanan umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan. IEF dapat menerapkan skema campuran atau blended scheme dengan berbagai sumber pendanaan untuk mendukung program-porgram kementerian/lembaga secara berkelanjutan.
Selain mengelola dana reboisasi yang disalurkan dengan skema dana bergulir, IEF juga dimandatkan untuk mengelola dana hibah dari kerja sama bilateral dan multilateral. Keuangan inovatif juga perlu dieksplorasi untuk menciptakan arus pemasukan (income stream) bagi IEF, seperti berbasis sumber daya alam atau karbon.
Baca Juga
“Income stream tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai insentif untuk menarik pihak swasta berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, termasuk pengendalian perubahan iklim,” jelasnya.