Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha industri sawit di Tanah Air mengatakan bahwa Indonesia tidak bisa langsung menggenjot ekspor minyak sawit dan turunannya ke negara-negara European Free Trade Association (EFTA) meski blok dagang tersebut telah memberi komitmen akses terhadap komoditas unggulan ekspor RI itu.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan terdapat sejumlah kendala teknis yang menjadi hambatan masuknya produk kelapa sawit Indonesia. Di antaranya adalah soal syarat keberlanjutan untuk produk sawit yang berasal dari kebun rakyat dan level kontaminan yang dipersyaratkan kebanyakan negara Eropa.
“Peluang pasar di sana besar. Namun ekspor kita secara volume memang kecil. Dan meskipun mereka mengatakan kita bisa ekspor, tidak akan semudah itu,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, Senin (24/5/2021).
Sahat mengatakan salah satu syarat yang ditetapkan negara Eropa agar sawit bisa masuk ke pasar mereka adalah pengelolaan kebun sawit rakyat secara berkelanjutan. Namun, dia menyebutkan hal ini sulit diterapkan karena keterbatasan sumber daya.
“Luas kebun sawit rakyat hampir 42 persen dari total perkebunan sawit di Indonesia, tetapi yang tersertifikasi sustainable terbatas. Ini tantangan yang berat,” lanjutnya.
Selain masalah keberlanjutan sawit dari kebun rakyat, terdapat pula syarat level 3-MCPD dan GE, senyawa kontaminan yang terbentuk dari proses penyiapan bahan pangan menggunakan suhu pemanasan tinggi. Sahat mengatakan banyak negara Eropa yang menetapkan batas maksimal 3-MCPD di angka 2,5 ppm dan GE sebesar 1 ppm.
Baca Juga
“Sementara hasil uji coba menunjukkan bahwa minyak sawit memiliki kadar 3-MCPD dan GE tertinggi dibandingkan dengan minyak nabati lain,” kata dia.
Untuk itu, lanjutnya, Indonesia perlu menyiapkan langkah agar memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Dia menilai negara-negara Eropa, tak terkecuali negara EFTA, menantikan langkah konkrit Indonesia untuk memenuhi standar tersebut.
Negara EFTA sendiri menyatakan komitmennya untuk akses CPO Indonesia. EFTA bahkan berkomitmen untuk bekerja sama mengembangkan produksi mata rantai CPO yang berkelanjutan dan inklusif sehingga meningkatkan daya saing produk CPO.
Adapun negara EFTA yang secara penuh akan menghapus tarif CPO adalah Islandia dan Norwegia. Sementara Swiss bakal memberi keringanan tarif dengan tahap dan syarat tertentu, di antaranya dengan penurunan tarif sebesar 20 sampai 40 persen dengan kuota bervariasi sampai tahun kelima sejak Indonesia-EFTA CEPA diterapkan untuk produk dalam kontainer berukuran maksimal 22 ton. Ada pula penghapusan tarif untuk 100 ton produk minyak sawit dalam kemasan botol maksimal 2 liter khusus untuk konsumsi.