Bisnis.com, JAKARTA - Tantangan yang dihadapi pemerintah pada kuartal II/2021 adalah risiko ekonomi makro dan pembiayaan utang yang cenderung meningkat.
Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang berjudul Debt Portfolio Review, salah satu faktor tantangan utama ekonomi makro adalah pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lebih cepat.
“Kedua, tensi geopolitik akibat kemungkinan berlanjutnya perang tarif AS-Tiongkok dan krisis Myanmar serta penundaan pemberian vaksin AstraZeneca oleh beberapa negara,” tulis laporan yang dikutip Selasa (18/5/2021).
Kondisi ini dinilai akan berdampak pada kenaikan inflasi dan bagi hasil surat berharga AS yang dapat mendorong penguatan dolar dan memberi tekanan pada sektor keuangan negara berkembang. Adapun, perang AS-Tiongkok dapat memicu instabilitas politik, sedangkan penundanaan vaksinasi bisa memperlambat pemulihan ekonomi.
Pemerintah telah menyiapkan beberapa mitigasi untuk hal tersebut. Untuk jangka pendek-menengah, pemerintah menyatakan akan memperkuat pendalaman pasar keuangan dalam negeri serta melakukan koordinasi intensif dengan Bank Indonesia (BI) untuk menjaga cadangan devisa.
Berikutnya, pembatasan impor secara selektif dan pemberian stimulus pada ekspor untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. Kemudian, pengembangan pasar ekspor nontradisional. Terakhir melanjutkan program vaksinasi dengan diversifikasi produk vaksin sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada satu produsen.
Baca Juga
“Untuk jangka panjang, melanjutkan kebijakan pengurangan ketergantungan energi minyak bumi,” papar laporan.
Utang RI akan semakin meningkat disebabkan tekanan kenaikan US Treasury dan perbaikan ekonomi US yang progresif berpotensi membuat arus modal keluar (capital outflow) serta kecenderungan pelemahan kurs rupiah.
Hal tersebut berdampak pada target penerbitan utang tahun 2021 dapat dipenuhi. Namun terdapat potensi peningkatan cost of borrowing.
Untuk mencegahnya, pemerintah bakal melakukan manajemen aset liabilitas yaitu peralihan utang dan pembelian kembali (debt switch and buyback). Kedua, memaksimalkan penerbitan surat berharga negara di sepanjang semester II/2021.
“Memanfaatkan dukungan BI sebagai stand by buyer untuk memperoleh pembiayaan yang efisien dan berkoordinasi dengan kreditur pinjaman,” terang laporan Kemenkeu.
Sementara itu, pemerintah berencana melakukan pengadaan utang tunai sebesar Rp323,4 triliun pada kuartal II/2021. Jumlah tersebut terdiri atas surat utang negara Rp194,6 triliun, surat berharga syariah negara Rp108,4 triliun, dan pinjaman tunai Rp20,4 triliun.
Sebelumnya, Kemenkeu mencatat posisi utang pemerintah per akhir Maret 2021 mencapai Rp6.445,07 triliun. Jumlah ini setara dengan 41,64 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Posisi utang meningkat 1,3 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp6.361 triliun. Peningkatan ini disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat penurunan ekonomi yang terjadi di masa pandemi Covid-19.