Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia Maritime, Logistic, and Transportation Watch (IMLOW) menilai implementasi National Logistic Ecosystem sebelum 2024 harus didukung semua stakeholders untuk percepatan dwelling time dan efisiensi layanan logistik nasional.
Sekjen IMLOW Achmad Ridwan Tentowi mengatakan dengan adanya National Logistic Ecosystem (NLE), maka proses delivery order atau DO daring untuk kegiatan ekspor impor akan semakin cepat. Sebab platform logistik terpadu itu terintegrasi dengan semua pihak terkait.
Dia menambahkan NLE membuat semua layanan proses ekspor impor harus terintegrasi dalam platform logistik tersebut. Saat ini pengelolaannya dipercayakan kepada Lembaga National Single Window (LNSW).
Keberadaan NLE dalam menunjang kegiatan logistik ekspor impor diharapkan dapat berjalan nonstop 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu (24/7) tanpa kendala lagi karena semua sudah terintegrasi dalam satu sistem NLE.
Ridwan mengatakan IMLOW mengapresiasi dan mendukung upaya pemerintah yang terus mengupayakan 8 pelabuhan di Indonesia dapat segera terintegrasi dengan sistem NLE.
Adapun, 8 pelabuhan itu di antaranya Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Patimban (Jawa Barat), Tanjung Emas (Jawa Tengah), Tanjung Perak (Jawa Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Belawan Medan, Sumatera Utara.
Baca Juga
Dengan implementasi NLE, kata dia, dwelling time akan semakin cepat. Apalagi jika importir sudah beralih ke elektronik bill of lading (e-BL) selain menggunakan seaway bill, telex release, dan surrendered bill of lading.
"Kalau sekarang ini belum semuanya memakai e-BL, masih ada BL yang harus diserahkan manual ke pelayaran. Namun ke depannya, melalui NLE semuanya berjalan otomatis sesuai sistem elektronik atau yang sering kita sebut artificial intelligence atau kecerdasan buatan untuk melayani proses bisnis logistik ekspor impor itu," imbuhnya.
Adapun Bill of Lading (BL) sebagai salah satu dokumen yang diperlukan dalam ekspor impor yang dikeluarkan dan disahkan oleh pihak pelayaran.
Dokumen itu juga berfungsi sebagai pengangkutan barang yang di dalamnya memuat informasi lengkap mengenai nama pengirim, nama kapal, data muatan, pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar, rincian freight dan cara pembayarannya, nama consignee atau pemesan, jumlah BL original yang dikeluarkan dan tanggal dari penandatanganan.
Singkatnya, BL adalah surat perjanjian pengangkutan antara shipper (pengirim), consignee (penerima) dengan carrier atau pengangkut.
Ridwan menjelaskan melalui platform NLE, maka percepatan pengeluaran barang atau peti kemas di terminal peti kemas pelabuhan juga harus didukung dengan percepatan pengembalian kontainer kosong di fasilitas depo empty yang ada di luar pelabuhan.
"Kalau sekarang ini dwelling time di pelabuhan utama di Indonesia masih rerata 2 sampai 3 hari, tetapi kemungkinan dengan berjalannya platform terpadu NLE itu dwelling time bisa hanya satu hari," paparnya.
Ridwan mengemukakan masih tingginya persentase biaya logistik nasional terhadap angka produk domestik bruto (PDB) saat ini menjadi perhatian serius pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan menargetkan biaya logistik nasional dapat ditekan ke angka 17 persen sebelum 2024 melalui sejumlah upaya. Salah satunya yakni NLE.
Dia menginginkan penurunan biaya logistik nasional yang ditargetkan turun dari 23,5 persen menjadi sekitar 17 persen pada 2024 sebagaimana tercantum dalam Perpres No.18/2020 yang sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
"Saya ingin hal itu dapat kita percepat capaiannya. Demikian juga dengan Inpres No. 5/2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional dapat kita selesaikan sebelum 2024,” ujarnya.