Bisnis.com, JAKARTA - Unilever Plc dan merek ritel besar lainnya termasuk di antara raksasa konsumen yang mengadopsi perangkat untuk mengaudit rantai pasokan dalam upaya membantu pelaut yang terjebak di kapal komersial kembali ke rumah dan menghilangkan risiko hak asasi manusia.
Inisiatif sukarela yang diluncurkan akhir pekan ini, menyerukan perusahaan yang menempatkan kargo pada peti kemas untuk mengatasi masalah yang berasal dari pembatasan perubahan awak yang diberlakukan pemerintah.
Diperkirakan lebih dari 200.000 awak di seluruh dunia masih terjebak di kapal setelah kontrak mereka berakhir dan melampaui standar keselamatan yang diterima secara global.
Program yang merupakan bagian dari proyek UN Global Compact ini juga diharapkan akan didukung oleh Forum Barang Konsumen, sebuah badan beranggotakan perusahaan konsumen terbesar dunia seperti Coca-Cola Co., Marks & Spencer Group Plc dan Nestle SA.
"Sepanjang pandemi, pelaut dunia telah terombang-ambing, terdampar oleh pembatasan Covid-19 dengan ratusan ribu orang dipaksa bekerja di luar keinginan mereka," kata Stephen Cotton, sekretaris jenderal Federasi Pekerja Transportasi Internasional, serikat pekerja yang mewakili pelaut, dilamsir Bloomberg, Kamis (6/5/2021).
Dia melanjutkan, pemain yang bertanggung jawab dalam rantai pasokan telah bertindak, tetapi banyak perusahaan, yang barangnya tidak berhenti bergerak, telah tertangkap basah atau memilih untuk mengabaikan krisis kemanusiaan ini. Dengan peluncuran alat ini, perusahaan sekarang tidak punya alasan untuk menghindar.
Baca Juga
Perusahaan mana pun yang menempatkan kargo di kapal akan didorong untuk menggunakan daftar periksa, yang akan meminta pemilik kapal dan mereka yang mencarter ruang untuk memastikan klausul yang mencegah perubahan awak tidak ditambahkan ke kontrak.
Sebelumnya, laporan Bloomberg menemukan bahwa beberapa perusahaan komoditas besar menghindari menyewa kapal tertentu atau memberlakukan kondisi yang menghalangi perubahan awak untuk membebaskan pelaut yang kelelahan.
Merek juga didorong untuk bergandengan tangan dengan serikat pekerja dan ruang pengiriman untuk meminta audit terperinci atas rantai pasokan mereka.
Menurut Chief Supply Chain Officer Marc Engel, Unilever berencana untuk mengadopsi perangkat tersebut. Perusahaan tahun lalu mempelopori surat yang mendesak para pemimpin dunia untuk membantu pelaut yang terjebak. Inisiatif terbaru ini menjabarkan langkah-langkah praktis dan konkret yang dapat diambil semua bisnis untuk memastikan logistik laut mereka memenuhi aspek hak asasi manusia.
Engel mengatakan perangkat tersebut harus mendorong beberapa diskusi terbuka dengan pemasok serta mendorong dialog seputar biaya dalam industri perkapalan, yang terfragmentasi dan seringkali menggunakan jaringan pemilik kapal, penyewa dan perantara.
Sejak pandemi, beberapa negara dan pemerintahnya telah menghentikan atau membatasi akses kapal untuk melakukan perubahan pelaut dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19.
Investigasi Bloomberg yang diterbitkan pada September lalu menemukan banyak pelanggaran hukum maritim internasional yang dirancang untuk melindungi pelaut, termasuk tuduhan lembur yang tidak dibayar dan perhatian medis yang tidak memadai. Ada ketakutan bahwa pemerintah dapat kembali memperketat pembatasan karena negara-negara tersebut mencoba untuk menahan jenis virus mutan.
International Chamber of Shipping, asosiasi industri yang mewakili pemilik kapal, ikut serta dengan inisiatif baru, kata Sekretaris Jenderal Guy Platten.
"Krisis pergantian kru masih jauh dari selesai," katanya. Inisiatif ini juga meminta perusahaan untuk menekan pemerintah untuk mendukung industri tersebut, yang menurut Platten akan membantu.