Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi April 2021 Diperkirakan Naik Tipis, Ini Kata Pengamat

Meskipun mobilitas lebih tinggi dibandingkan setahun sebelumnya, Faisal mengingatkan hal tersebut belum bisa mendorong inflasi lebih tinggi atau setara dengan level sebelum pandemi.
Ilustrasi/Bisnis-Abdurachman
Ilustrasi/Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi bulanan April 2021 diperkirakan lebih tinggi dari bulan sebelumnya, meskipun naik tipis di kisaran antara 0,1 - 0,2 persen (month-to-month/mtm).

Ekonom Center of Reform on Econmics (CORE) Mohammad Faisal juga memperkirakan inflasi pada April 2021 akan lebih tinggi dari tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Hal itu terutama karena sebagian besar wilayah di Indonesia masih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap pertama, pada April 2020.

“Kalau dibandingkan tahun lalu pada saat [awal] pandemi, itu [inflasi] April [2020] kan lebih rendah dari 0,1. Tapi di tahun ini sedikit lebih tinggi karena tahun lalu kan PSBB, dan orang tidak mudik lebaran. Tapi tahun ini mendingan karena mobilitas sudah lebih besar,” jelas Faisal kepada Bisnis, Minggu (2/5/2021).

Meskipun mobilitas lebih tinggi dibandingkan setahun sebelumnya, Faisal mengingatkan hal tersebut belum bisa mendorong inflasi lebih tinggi atau setara dengan level sebelum pandemi.

Padahal, menurutnya inflasi biasanya tinggi menjelang atau selama Ramadan, dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.

Masalahnya, kata Faisal, terletak pada sisi permintaan (demand). Tingkat permintaan yang rendah membuat inflasi juga masih rendah. Meskipun mobilitas semakin tinggi, masyarakat belum tentu melakukan kegiatan belanja lebih besar dibandingkan pada saat sebelum pandemi.

“Refleksi dari inflasi yang rendah padahal sudah masuk bulan Ramadan ini menandakan bahwa dari sisi konsumsi belum ada dorongan yang cukup kuat untuk mendorong perekonomian,” ujarnya.

Dia menyebut pemerintah memiliki “pekerjaan rumah” yang besar untuk mendorong sisi konsumsi masyarakat, terutama pada masyarakat kelompok pendapatan menengah ke bawah yang masih memiliki daya beli rendah.

Di sisi lain, keputusan belanja pada kelompok menengah ke atas cenderung berkaitan dengan penanganan pandemi Covid-19. Selama penyebaran virus belum teratasi, Faisal melihat kelompok pendapatan tersebut tidak akan melakukan belanja lebih besar seperti yang dilakukan sebelum pandemi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper