Bisnis.com, JAKARTA — PT Freeport Indonesia (PTFI) menyambut baik pemberian rekomendasi ekspor baru untuk setahun ke depan dengan kuota sebesar 2 juta ton konsentrat tembaga.
"Kami menyambut baik bahwa Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan izin ekspor PTFI untuk 1 tahun ke depan. [Kuota] 2 juta ton konsentrat," ujar Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama kepada Bisnis, Selasa (23/3/2021).
Volume kuota eskpor tersebut mengalami kenaikan dari tahun lalu. Menurut catatan Bisnis, kuota ekspor yang diberikan tahun lalu sebesar 1.069.000 ton konsentrat tembaga.
Riza mengatakan bahwa PTFI berkomitmen untuk terus memberikan nilai tambah bagi Indonesia dalam berbagai cara. Perusahaan tambang itu juga terus berdiskusi secara kooperatif dengan pemerintah untuk merealisasikan rencana produksi dan kontribusi PTFI, termasuk bea keluar ekspor sebagaimana diatur dalam rencana kerja dan anggaran biaya.
Dia mengakui bahwa realisasi aktual kemajuan fisik pembangunan smelter PTFI tidak mencapai target yang ditetapkan. Hal ini disebabkan dampak pandemi Covid-19.
"Seperti amanat dalam Kepmen ESDM yang baru dikeluarkan terkait denda, pemerintah dan PTFI tengah mendiskusikan dan mendetailkan aktivitas-aktivitas pembangunan smelter mana saja yang terdampak oleh pandemi Covid-19," katanya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa pemerintah memberi relaksasi rekomendasi izin ekspor kepada Freeport meski progres pembangunan smelternya sampai akhir 2020 baru mencapai sekitar 6 persen dari target seharusnya mencapai sekitar 10 persen.
Rekomendasi diberikan lantaran harga komoditas tembaga di pasaran tengah meningkat cukup tajam. Bila izin ekspor tidak diberikan, pemerintah khawatir akan menghilangkan peluang penambahan terhadap penerimaan negara.
"Memang kalau berdasarkan aturan, kami ada hak untuk tidak berikan izin ekspor, tapi kalau tidak diberi izin ekspor akan memberikan dampak terhadap penerimaan kita dan dampak sosial ke karyawannya," ujar Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (22/3/2021).
Namun, dia memastikan pengenaan sanksi denda karena keterlambatan progres pembangunan smelter tetap diberlakukan.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2018, pembangunan smelter memang menjadi salah satu syarat bagi perusahaan untuk mendapatkan rekomendasi ekspor mineral. Progres pembangunan harus mencapai 90 persen dari rencana per 6 bulan. Jika tidak mencapai 90 persen dari target periode tersebut, rekomendasi ekspornya akan dicabut dan ada sanksi finansial berupa denda sebesar 20 persen dari nilai penjualan kumulatif.