Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Freeport Usulkan Alternatif Lain Pembangunan Smelter Baru

Freeport mengusulkan untuk melakukan eskpansi fasilitas smelter tembaga yang sudah ada di Gresik, Jawa Timur, sebagai alternatif pengganti pembangunan smelter baru, karfena investasinya lebih hemat.
Truk diparkir di tambang terbuka tambang tembaga dan emas Grasberg di dekat Timika, Papua./Antara/Muhammad Adimaja
Truk diparkir di tambang terbuka tambang tembaga dan emas Grasberg di dekat Timika, Papua./Antara/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Freeport-McMoRan Inc, salah satu pemegang saham PT Freeport Indonesia (PTFI), mengusulkan untuk melakukan eskpansi fasilitas smelter tembaga yang sudah ada di Gresik, Jawa Timur, sebagai alternatif pengganti pembangunan smelter baru.

Hal itu diungkapkan oleh President & CEO Freeport-McMoRan Inc. (FCX) Richard C. Adkerson dalam conference call kinerja FCX kuartal III/2020.

Freeport telah mengajukan permohonan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk meminta relaksasi target waktu penyelesaian pembangunan smelter baru selama 12 bulan karena terkendala mobilitas kontraktor dan pekerja akibat pandemi Covid-19.

Adkerson mengungkapkan bahwa diskusi tentang kelanjutan pembangunan proyek senilai US$3 miliar itu dengan pemerintah Indonesia masih berjalan dan alternatif lain pembangunan smelter baru tengah dikaji.

"Jadi alternatifnya, memperluas smelter Gresik yang sudah ada dan menambahkan sebuah precious metal refinery (PMR) di dalamnya, daripada membangun smelter baru," ujar Adkerson.

Freeport telah membangun fasilitas smelter tembaga di Gresik yang kini dikelola oleh PT Smelting-Gresik. Kapasitas inputnya saat ini mencapai sekitar 1 juta ton konsentrat tembaga per tahun dan menghasilkan produk utama katoda tembaga sebesar 300.000 ton per tahun. Fasilitas smelter tersebut memurnikan kurang lebih 40 persen dari produksi konsentrat tembaga PTFI.

Adkerson menambahkan smelter yang ada tidak bisa diperluas sampai dengan kapasitas yang bisa menyerap seluruh produksi konsentrat PTFI pada masa mendatang. Oleh karena itu, perlu ada kesepakatan yang memungkinkan PTFI untuk mengekspor kelebihan konsentrat yang tidak terserap.

"Kami ajukan jika itu diperbolehkan, kami sebagai PTFI dan dipimpin oleh Kementerian BUMN dalam pembahasan internal di lingkungan pemerintah yang akan melibatkan pembayaran export fee untuk itu," ujarnya.

Menurutnya, opsi ini akan sama-sama menguntungkan kedua pihak. Freeport tidak terbebani untuk membangun kontruksi smelter baru yang besar, sedangkan pemerintah memperoleh manfaat finansial yang positif, terlebih di tengah situasi keuangan yang menantang karena pandemi Covid-19.

Dia mengungkapkan bahwa negosiasi untuk membangun smelter baru dilakukan bertahun-tahun karena proyek tersebut tidak ekonomis bagi semua pihak. Namun, akhirnya kesepakatan dicapai pada 2018 dan Freeport harus berkomitmen untuk membangun smelter.

"Belum ada keputusan yang diambil. Diskusi dipimpin oleh MIND ID [holding industri pertambangan Indonesia] dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Alternatif yang sedang dipertimbangkan akan saling menguntungkan bagi pemerintah dan PTFI," kata Adkerson.

Kathleen Quirk, EVP and Chief Financial Officer FCX, menambahkan bahwa untuk melakukan ekspansi smelter yang sudah ada sebesar 30 persen diperkirakan menelan biaya sekitar US$250 juta, sedangkan untuk membangun smelter baru diperlukan sekitar US$3 miliar.

"Perkiraan untuk perluasan smelter Gresik untuk 30 persen perluasan kira-kira US$250 juta dan jumlah yang sama untuk PMR [precious metal refinery]," kata Quirk.

Pada Senin (26/10/2020), Bisnis telah mencoba menghubungi Kementerian ESDM untuk mengonfirmasi usulan Freeport-McMoRan tersebut. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada respons.

Saat ini Freeport membangun smelter baru di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur, dengan total kapasitas input 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Fasilitas ini akan terintegrasi dengan fasilitas PMR dengan kapasitas 6.000 ton lumpur anoda per tahun.

Sampai dengan September 2020, kemajuan pembangunan smelter baru mencapai 5,86 persen dan ditargetkan beroperasi pada 2023. Adapun hingga Agustus 2020, total investasi smelter yang telah dikucurkan mencapai US$303 juta.

Sebelumnya Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengatakan bahwa pembangunan smelter tembaga baru berpotensi merugikan perusahaan US$300 juta per tahun karena pendapatan dari treatment charge and refining charge (TCRC) saat ini tidak ekonomis.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper