Bisnis.com, JAKARTA — Upaya penetrasi produk otomotif Indonesia ke Australia lewat pemanfaatan fasilitas tarif di bawah payung Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) belum memperlihatkan hasil pada tahun pertama implementasi kesepakatan perdagangan bebas itu.
Ekspor otomotif ke Negeri Kanguru dalam setahun terakhir masih nihil akibat belum adanya lampu hijau dari perusahaan prinsipal.
“Kami sudah mengimbau agen pemegang merek [APM] untuk menjajaki kemungkinan ekspor kendaraan bermotor buatan Indonesia ke Australia. Memang ekspor selalu dikendalikan oleh para prinsipal di kantor pusat masing-masing,” kata Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto, Selasa (23/3/2021).
Dia mengemukakan bahwa kebijakan ekspor murni merupakan keputusan APM dan perusahaan prinsipal. Asosiasi hanya bisa menyampaikan imbauan agar ekspor ke Australia bisa menjadi pertimbangan.
“Para APM dan prinsipal yang harus membuat kebijakan ekspor tersebut. Namun kami juga harus mengimbau agar mulai menjajaki,” katanya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor kendaraan selain yang bergerak di atas rel kereta api dengan kode HS 87 ke Australia sejatinya tumbuh selama periode 2017 sampai 2020, dari yang awalnya bernilai US$25,11 juta menjadi US$41,08 juta. Namun, jika dibandingkan dengan nilai total ekspor otomotif Indonesia yang menyentuh US$6,06 miliar pada 2020, sumbangsih ekspor ke Australia masih sangat kecil.
Niat untuk meningkatkan ekspor otomotif ke Australia ini kerap disampaikan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Dengan pembelian kendaraan bermotor sebanyak 1,2 juta unit setiap tahunnya, Indonesia bisa mengisi sekitar 10 persen dari kebutuhan atau sebesar 100.000 unit.