Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Baja Apresiasi PP 28/2021, Impor Terkendali?

Dalam PP 28/2021, pemerintah kembali memberikan dukungan melalui penetapan clinker (terak), kerak, dan skrap baja sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.
Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten. ANTARA/ASEP FATHULRAHMAN
Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten. ANTARA/ASEP FATHULRAHMAN

Bisnis.com, JAKARTA — Industri Baja Nasional mengapresiasi Peraturan Pemerintah Nomor 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian.

Dalam PP ini pemerintah kembali memberikan dukungan melalui penetapan clinker (terak), kerak, dan skrap baja sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

Direktur Eksekutif Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Widodo Setiadarmaji mengatakan pihaknya berharap dengan penetapan sebagai bahan baku industri maka produk samping yang dihasilkan industri baja nasional dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal.

"Melalui PP tersebut juga ditetapkan bahwa kebijakan di bidang industri baja, termasuk perijinan impor baja akan ditetapkan berdasarkan neraca komoditas baja sehingga kebijakan pemerintah benar-benar akan didasarkan pada kemampuan industri baja nasional," katanya dikutip Bisnis, Senin (22/3/2021).

Widodo mengemukakan selain akan menjadi dasar kebijakan impor, maka penetapan neraca komoditas baja nasional juga akan mendorong penggunaan produk baja nasional dalam proyek-proyek nasional melalui penerapan TKDN.

Neraca Komoditas ini juga dipercayai IISIA akan dapat mengendalikan impor secara lebih baik setelah melalui kebijakan impor yang tepat pada 2020 oleh Kementerian Perindustrian. Volume importasi baja tahun lalu mengalami penurunan 36 persen menjadi sebesar 4,47 juta ton dibandingkan 2019 yang sebesar 6,96 juta ton.  

Pada sisi lain, PP 28/2021 juga akan mempermudah industri dalam mendapatkan bahan baku yang selama ini kesulitan khususnya mendapat skrab baja.  

Wakil Ketua Umum IISIA Ismail Mandry mendata bahan baku skrap di dalam negeri hanya mencakup 20-30 persen atau sekitar 1 juta ton dari total kebutuhan industri sekitar 5 juta ton per tahunnya.

Adapun, kecilnya skrap baja di dalam negeri dipengaruhi oleh sistem penanganan sampah di dalam negeri dan karakteristik produk besi dan baja yang memiliki waktu pakai yang lama.

"Kesulitan ketersediaan bahan baku di dalam negeri juga didorong oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58/2020 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Sebagai Bahan Baku Industri yang sudah kami minta untuk direvisi," ujarnya.

Data IISIA pun selaras dengan Kementerian Perindustrian mencatat saat ini ada 60 perusahaan baja yang menggunakan bahan baku sekitar 70-90 persen daur ulang atau skrap dari impor dengan kapasitas 9 juta ton per tahun. Utilitas produksinya pun hanya 40 persen sehingga masih dibutuhkan skrab sebesar 4 juta ton per tahun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ipak Ayu
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper