Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perkuat VTS, Indonesia Perlu Terapkan Pandu Elektronik

Indonesia perlu menerapkan sistem pandu elektronik untuk mendukung daya dukung layanan Vessel Traffic Services di wilayah Selat Malaka dan dekat Selat Singapura.
Petugas menangkap kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia di Selat Malaka, Selasa (18/6/2019)/dok. KKP
Petugas menangkap kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia di Selat Malaka, Selasa (18/6/2019)/dok. KKP

Bisnis.com, JAKARTA – Perubahan dari pandu manual (konvensional) menjadi pandu elektronik tak terelakkan lagi bagi Indonesia guna memperkuat posisinya di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Pakar Maritim dari ITS Saut Gurning mengatakan perlunya aplikasi keandalan khususnya teknologi guna mendukung daya dukung layanan Vessel Traffic Services (VTS) Indonesia di wilayah Selat Malaka dan dekat Selat Singapura.

Saut menyebutkan paling tidak ada tiga kekuatan teknologi yang perlu banyak berubah, yaitu terkait information service (INS), Trafik Organisation Service (TOS), serta Navigation Assistance Service (NAS). Dia pun berpandangan ke-depannya, berbagai fasilitas INS, TOS dan NAS perlu lebih mengeksplorasi kekuatan big data, IoT (internet of things), dan machine learning.

Serta aplikasi hologram atau teknologi virtual reality (AVR/VR) bersama dengan dukunan sistem satelit navigasi global (GNSS) guna memenuhi persyaratan tuntutan IMO (International Maritime Organisation) terkait persyaratan vaigasi global. Termasuk yang perlu dipenuhi VTS Indonesia di Dumai dan Batam.

“Khususnya untuk aplikasi e-pilot. Pemanduan dengan elektronik via instrumen VTS. Jadi semua fasilitas dan aplikasi teknologi serta kompetensi SDM perwira pandu nasional perlu siap dengan perubahan sistem digitalisasi ini,” ujarnya, Senin (15/3/2021).

Saut meyakini baik VTS di Batam dan Bintan, mungkin cukup tertinggal terkait dengan hal ini. Alhasil menurutnya perubahan dari pandu manual (konvensional) menjadi pandu elektronik menjadi tunutan imperatif yang perlu disiapkan Indonesia khususnya di kedua kantor navigasi atau VTS di Batam dan Dumai. Lebih lagi mungkin di seluruh kantor navigasi Indonesia.

Berdasarkan data Straitrep, potensi pertumbuhan Selat Malaka dan Selat Singapura diperkirakan terus menarik dalam 20 tahun (2000–2019) dengan pertumbuhan sekitar 3 persen per tahun. Dari sekitar 42.000 unit kapal pada 2000 menjadi sekitar 86.000 pada 2019.

Kuantitas kapal yang melewati dari Timur ke Barat (westbound) atau mendekat wilayah Singapura dan Malaysia relatif lebih dominan sekitar 1-1,2 kali dari kuantitas trafik yang melewati wilayah mendekat Indonesia (eastbound).

Namun justru area eastbound merupakan rute dengan kapal-kapal yang dominan full (laden) dibandingkan dengan arah westbound yang cenderung kosong. Oleh karenanya rute layanan eastbound menjadi potensi yang dapat dilayani operator marine nasional pada masa mendatang.

Saut juga menekankan kembali pentingnya Indonesia menjaga dan mempertahankan kedaulatan teritori nasional lewat penjagaan (patrol) dan penerapan hukum yang tegas bagi pemanfaatan yang bukan untuk kepentingan Indonesia. Menjaga (proteksi) lingkungan laut nasional di sekitar eastbound Selat Malaka dan Selat Singapura termasuk potensi pencemaran lingkungan oleh berbagai aktivitas operasi pelayaran dan industri perkapalan di sekitar Selat Malaka dan Selat Singapura.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper