Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri Medco Group Arifin Panigoro menilai pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara tetangga di kawasan Asean.
Dia mengatakan bahwa pemerintah harus realistis terkait dengan target bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 karena apabila mengacu pada kontrak-kontrak proyek energi baru dan terbarukan (EBT) di dalam negeri besarannya masih terpaut sangat jauh.
Arifin mencontohkan proyek energi tenaga surya di Bali dengan kapasitas 50 megawatt (MW) merupakah salah satu proyek terbesar yang di dalam negeri. Di sisi lain, di Vietnam kapasitas terbesar energi surya telah mencapai 4.000 MW.
"Makanya kita masih taraf mimpi, mudah-mudahan hanya mimpi karena ketinggalannya sudah jauh," katanya dalam Imagining Indonesia Energy Future, Selasa (9/3/2021).
Lebih lanjut, Arifin berpendapat bahwa meskipun Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki cahaya matahari lebih panjang dibandingkan negara lain, tapi secara kualitas masih kalah baik.
Untuk itu, Indonesia tidak bisa berjalan sendiri untuk pengembangan EBT di dalam negeri. Menurutnya, negara lain, peneliti, dan institusi lain sudah jauh lebih dulu melakukan riset sehingga bisa menjadi acuan untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki di dalam negeri.
"Untuk energi transisi ini, kita tidak bisa dipisahkan dengan orang yang melakukan pengembangan karena kalau tidak kita tetap dibelakang kalau mau melakukan sendiri," ungkapnya.
Indonesia tengah mengejar target bauran EBT 23 persen pada 2025 dan ditargetkan lebih tinggi menjadi 31 persen pada 2050. Pada 2020, capaian bauran EBT baru mencapai 11,5 persen.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan kapasitas terpasang pembangkit berbasis EBT dapat mencapai 11.373 MW pada tahun ini. Angka tersebut meningkat sekitar 906 MW dari realisasi kapasitas terpasang pada 2020 yang mencapai 10.467 MW.