Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMA Beberkan Alasan Bank 'Pelit' Beri Kredit Sektor Pertambangan

Sektor tambang dianggap berisiko karena harga komoditasnya ditentukan oleh pasar internasional dan memiliki volatilitas yang tinggi.
Salah satu lokasi pertambangan batu bara di Kalimantan Timur./JIBI-Rachmad Subiyanto
Salah satu lokasi pertambangan batu bara di Kalimantan Timur./JIBI-Rachmad Subiyanto

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno menuturkan bahwa dukungan pendanaan dari perbankan dalam negeri belum terlalu berpihak kepada sektor pertambangan.

Menurut Djoko, banyak bank yang cenderung enggan untuk meminjamkan modal di sektor pertambangan. Hal ini dikarekan sektor pertambangan merupakan sektor yang membutuhkan modal besar dan berisiko tinggi.

Sektor tambang dianggap berisiko karena harga komoditasnya ditentukan oleh pasar internasional dan memiliki volatilitas yang tinggi.

"Harga komoditasnya volatile. Ini yang membuat bank melihat instabilitas pendapatan, mau dibayar pakai apa," ujarnya, Senin (8/3/2021).

Di sisi lain, kemudahan pendanaan untuk sektor pertambangan juga sering kali terkendala persoalan lingkungan. Industri tambang masih dianggap merusak lingkungan, padahal dalam upaya menjaga lingkungan industri tambang memiliki kewajiban untuk melakukan reklamasi.

Sementara itu, terkait syarat pengajuan meminjam modal dengan minimal ekuitas 30 persen, Djoko menilai hal itu sebetulnya masih bisa dipenuhi oleh sebagian besar pengusaha tambang.

"Ekuitas 30 persen banyaklah yang bisa mencapai. Hanya saja tambang ini ekonomi tinggi, risiko tinggi sehingga bank belum berani memberikan secara longgar ke tambang," katanya.

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyindir pihak bank karena persyaratan pengajuan peminjaman modal dinilai masih belum berpihak kepada pengusaha lokal yang bergerak di sektor pertambangan.

"BUMN dan pengusaha nasional tidak bisa membangun smelter yang baik, salah satunya karena perbankan yang tidak terlalu merespons ini dengan baik," kata Bahlil Lahadalia dalam acara Rakernas Hipmi, Sabtu (6/3/2021).

Dalam forum yang dihadiri pengusaha muda dari seluruh Indonesia itu, Bahlil bercerita bahwa pihak perbankan masih takut memberi pinjaman modal untuk sektor pertambangan. Bahkan, perbankan meminta ekuitas 30 persen kepada pengusaha.

"Satu smelter untuk satu tungku skala besar butuh Rp1 triliun, lebih efisien bisa tiga sampai empat tungku, minta equity 30 persen, boro-boro 30 persen, 10 persen saja [pengusaha] harus patungan dulu," kata Bahlil.

Menurutnya, syarat perbankan ini menjadi salah satu penyebab pengembangan sektor tambang yang dilakukan pengusaha lokal menjadi kurang kompetitif bila dibandingkan dengan eksplorasi yang dilakukan pengusaha asing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper