Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pandemi Covid-19 telah berdampak luar biasa dalam setahun terakhir hingga menyebabkan kontraksi pada perekonomian di banyak negara di dunia.
“Sudah setahun dunia menghadapi pandemi dan dampaknya begitu besar ke sosial, ekonomi, maupun seluruh kehidupan masyarakat,” katanya, Rabu (3/3/2021).
Sri Mulyani mengatakan, APBN sebagai instrumen fiskal pun harus bekerja keras sebagai countercyclical dan harus mengalami defisit yang tinggi, sebesar 6,1 persen dari PDB pada 2021.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 pun mengalami kontraksi sebesar -2,1 persen. Namun, imbuhnya, kontraksi yang dialami Indonesia masih lebih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara Asean atau negara G20.
“Defisit APBN kita lebih kecil meski sudah meningkat di 6 persen. Kita bandingkan seperti India sampai 13 persen, Filipina 8,1 persen, Malaysia 6,5 persen,” papar Sri Mulyani.
Meski negara-negara ini dengan defisit APBN untuk melakukan countercyclical, Sri Mulyani menekankan mereka dihadapkan dengan kontraksi ekonomi yang jauh lebih dalam.
“Artinya mereka menggunakan anggaran yang lebih besar tapi kontraksinya sangat parah,” jelasnya.
Sri Mulyani mengatakan, capaian tersebut patut disyukuri, namun seluruh masyarakat masih harus tetap waspada karena pandemi Covid-10 masih belum reda meski program vaksinasi pun telah berlangsung.
“Indonesia masih harus menjaga kewaspadaan karena Covid-19 masih menjangkit. Meski saat ini ada harapan dengan adanya vaksinasi, namun perkembangan Covid-19 dengan adanya strain yang baru harus diwaspadai,” tuturnya.
Dia melanjutkan, kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah tidak hanya dari sisi fiskal, yaitu APBN, tetapi juga bekerja sama dengan instrumen lainnya, termasuk kebijakan moneter dan sektor keuangan.
“Kami bekerja sama dengan lembaga seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan, bersungguh-sungguh bersama ingin memulihkan ekonomi,” jelasnya.