Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pelaku usaha menilai level ekpansi manufaktur pada Februari 2021 yang melambat dibandingkan dengan Januari 2021 lalu karena tidak ada lagi momentum untuk mendorong konsumsi hingga Ramadan dan Lebaran mendatang.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai hal itu cukup wajar.
"Hal ini menyebabkan produsen lebih hati-hati memproyeksikan peningkatan produksi. Apalagi kita masih terus dalam kondisi PPKM yang secara keseluruhan memberikan tekanan pada confidence konsumsi masyarakat dan menciptakan tantangan juga bagi kelancaran dan efisiensi supply chain produksi," katanya kepada Bisnis, Senin (1/3/2021).
Seperti diketahui, hari ini, Senin (1/3/2021), IHS Markit kembali melaporkan perolehan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia periode Februari tercatat 50,9 lebih rendah dari periode Januari 52,2.
Meski masih di level ekspansif tetapi angka tersebut tidak menunjukkan laju pertumbuhan setelah empat bulan sebelunya dalam tren positif.
Shinta melanjutkan, pemerintah saat ini cukup mendukung manufaktur dengan kebijakan stimulasi konsumsi dengan perubahan fiskal dan skema kredit konsumsi meskipun masih perlu dilihat nanti efeknya terhadap permintaan riil di masyarakat.
Namun, kondisi kenaikan bahan baku memang memberatkan, terlebih industri manufaktur masih mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19. Para pelaku usaha pun tidak punya ruang finansial yang terlalu besar untuk menanggung tambahan beban biaya operasional.
Oleh karena itu, dunia usaha berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih untuk memastikan kelancaran rantai produksi pada periode PPKM.
Adapun selanjutnya, dunia usaha cukup optimis konsumsi akan meningkat sehingga produksi juga bisa lebih ditingkatkan.
"Namun, peningkatan konsumsinya seberapa tinggi dan kapan terjadinya demand pasar kita masih sangat tergantung pada perkembangan Covid-19 dan kebijakan-kebijakan pengendaliannya. Jadi, kami harap per semester II/2021 sudah bisa terkendali," ujarnya.