Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat belum dapat memprediksi dampak penurunan uang muka pembelian rumah menjadi nol persen terhadap program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Sebelumnya, pemerintah kembali menetapkan alokasi anggaran FLPP sebesar Rp16,66 triliun yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara murni dan Rp2,5 triliun dari dana bergulir. Dengan demikian, total alokasi anggaran mencapai Rp19,1 trilun murni tanpa dana talangan untuk 157.500 unit rumah pada tahun depan.
"DP [down payment] nol persen itu bukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kami akan pantau terus apakah [DP nol persen] akan mengubah [rancangan program FLPP] atau tidak. Itu perlu pengamatan bagaimana respons dari pasar, termasuk kelompok sasaran [program FLPP]," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto di Auditorium Kementerian PUPR, Jumat (19/2/2021).
Dia menjelaskan bahwa sejauh ini DP nol persen masih berlaku untuk semua golongan sosial ekonomi. Dengan kata lain, penerima manfaat program tersebut tidak eksklusif untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) maupun penerima manfaat FLPP.
Sementara itu, kelompok sasaran yang dimaksud Eko adalah WNI yang dengan usia minimal 21 tahun dan telah bekerja atau memiliki usaha setidaknya 12 bulan. Selain itu, penghasilan pokok WNI tersebut tidak melebihi Rp8 juta per bulan.
Oleh karena itu, Eko menyatakan sedang menunggu ketentuan detail program tersebut. Pasalnya, pembebasan uang muka cenderung akan meningkatkan nilai cicilan calon pemilik rumah.
Baca Juga
"Kalau MBR dinolkan uang mukanya, nanti cicilanya naik. Dia [MBR] mampu tidak? Sementara, kami punya rule of thumb cicilan rumah tidak lebih dari 30 persen [penghasilan pokok]," ucapnya.
Bantuan pembiayaan perumahan tahun ini terdiri atas empat program yakni FLPP, Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Alokasi FLPP sebanyak 157.500 unit senilai Rp16,66 triliun, BP2BT 39.996 unit senilai Rp1,6 triliun, SBUM 157.500 unit senilai Rp630 miliar dan Tapera dari dana masyarakat untuk 25.380 unit senilai Rp2,8 triliun.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah menggandeng 30 bank pelaksana yang sudah melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian PUPR untuk menyalurkan FLPP. Bank Pelaksana tersebut terdiri atas sembilan bank nasional dan 21 bank pembangunan daerah, baik konvensional maupun syariah.
Untuk memberi perlindungan konsumen kepada MBR, lanjutnya, Kementerian PUPR terus meningkatkan pengawasan terhadap kualitas rumah melalui rapid assessment terhadap 1.003 unit rumah di 76 proyek perumahan yang tersebar di 11 provinsi pada November 2019—Januari 2020.