Bisnis.com, JAKARTA – Perencanaan pengembangan energi terbarukan dinilai perlu dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mengakselerasi pengembangannya.
Praktisi dan pengamat energi Herman Darnel Ibrahim mengatakan bahwa selama ini energi terbarukan (ET) ibarat anak tiri dalam sektor energi di Indonesia. Perhatian pemerintah dan DPR dalam penyusunan APBN terkait energi cenderung hanya memperhatikan persoalan migas.
"Pemerintah dan DPR di dalam membahas RAPBN detail sekali tentang migas. Mulai dari lifting harus sekian, konsumsi, asumsi impor, harga crude, dan harga jual BBM harus sekian. Tentang listrik juga detail. Tapi tentang energi terbarukan belum detail," ujarnya dalam acara Bincang-Bincang Meti: Mencari Format UU EBT yang Ideal pada Senin (15/2/2021).
Oleh karena itu, dia berharap Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) yang tengah dibahas di DPR nantinya dapat mendorong energi terbarukan dapat menjadi perhatian pemerintah, mulai dari dukungan biaya dan segala perencanaannya masuk ke dalam APBN.
Beberapa hal yang perlu dimasukkan dalam pos-pos anggaran APBN terkait ET antara lain pemerintah wajib menyediakan anggaran untuk inventarisasi, survei, dan studi kelayakan kandidat proyek ET; pemerintah wajib memberikan insentif fiskal yang dibutuhkan untuk meningkatkan kelayakan pengembangan proyek untuk jenis ET tertentu; pemerintah wajib membangun kemampuan lembaga keuangan untuk pendanaan proyek ET; pemerintah wajib membangun kemampuan produksi perlatan ET dengan teknologi dalam negeri.
Kemudian dari sisi perencanaan, pemerintah perlu mencantumkan besaran pembangunan pembangki dan produksi listrik ET dan pembiyaan terkait di dalam APBN.
Baca Juga
"Kalau RUU EBT bisa mendorong ET bisa masuk ke APBN seperti migas, ini sebuah kemajuan. Kalau tidak ya seperti business as usual, tidak ada pengaruhnya bagi ET pada masa depan," kata Herman.
Selain itu, Herman menilai ketentuan yang mengatur terkait dengan penyiapan kandidat proyek pembangkit listrik ET sampai studi kelayakan (FS) juga perlu dicantumkan dalam RUU EBT. Hal ini perlu karena sebuah proyek untuk bisa masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) harus ada studi kelayakannya.
"Kalau mau proyek masuk RUPTL mutlak harus ada FS karena harus jelas keekonomiannya, lokasinya, harganya, masuk grid mana. Jadi pemerintah menyiapkan proyek sampai FS. Selama ini belum ada APBN dikeluarkan untuk FS, jadi nunggu swasta," tuturnya.