Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gara-Gara CRJ-1000, Garuda Indonesia (GIAA) Rugi Rp2,9 Triliun!

Garuda Indonesia menyebut telah mengoperasikan CRJ-1000 selama 7 tahun dengan kerugian sebesar Rp418 miliar per tahun.
Pesawat Garuda Indonesia disambut siraman air menggunakan water cannon saat tiba di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (8/9). Maskapai penerbangan Garuda Indonesia resmi membuka rute baru dari Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta ke Bandara Blimbingsari Banyuwangi./ANTARA-Budi Candra Setya
Pesawat Garuda Indonesia disambut siraman air menggunakan water cannon saat tiba di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (8/9). Maskapai penerbangan Garuda Indonesia resmi membuka rute baru dari Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta ke Bandara Blimbingsari Banyuwangi./ANTARA-Budi Candra Setya

Bisnis.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) telah memutuskan untuk mengakhiri kontrak secara dini atau early termination pesawat CRJ-1000 akibat menderita kerugian setara Rp2,9 triliun selama mengoperasikan pesawat tersebut hingga 7 tahun.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan telah mengoperasikan selama 7 tahun, sedangkan tarif sewa untuk 12 pesawat tersebut mencapai US$27 juta. Pemutusan kontrak dini terhadap lessor Nordic Aviation Capital (NAC), yang jatuh tempo pada 2027, bisa melakukan penghematan hingga lebih dari US$220 juta.

“Selama 7 tahun mengoperasikan, secara rata-rata mengalami kerugian lebih dari US$30 juta per tahun dan sewa pesawatnya sendiri juga US$27 juta untuk 12 pesawat tersebut. Jadi kami tetap mengalami kerugian. Kalau dengan terminasi sampai akhir masa kontrak bisa saving US$220 juta. Ini lebih baik untuk menghilangkan kerugian,” ujarnya, Rabu (10/2/2021).

Irfan melanjutkan terkait dengan persoalan dugaan korupsi pada pesawat tersebut juga masih menunggu hasil investigasi. Emiten berkode saham GIAA tersebut akan tetap meyakinkan lessor bahwa keputusan menghentikan kontrak lebih awal bukan merupakan keputusan emosional tetapi juga memiliki landasan legal.

“Jadi kalau disetujui early termination. Apabila bersedia melakukan negosiasi kembali,” imbuhnya.

GIAA sebelumnya juga telah menegaskan akan mengurangi penggunaan pesawat seperti Bombardier dan ATR lantaran dianggap tidak cocok dengan Garuda. Irfan menjelaskan pesawat itu biasanya digunakan untuk penerbangan bolak-balik yang tidak cocok dengan karakter orang Indonesia.

"Jadi gini kaya Bombardier itu kan kaya pesawat commuting, artinya orang terbang dengan itu kalau bolak-balik. Pesawat itu bagus kalau sekitar 3 jam terbang sementara di Indonesia orang commuting cuma ke Bandung di luar itu orang nginep nggak commute," paparnya.

Garuda pun berupaya mengembalikan pesawat yang tidak sesuai kepada pihak lessor. Di antaranya tipe CRJ-1000 bombardier dengan kondisi saat ini sebanyak 18 pesawat yang sudah dikandangkan. Kesepakatan terkait dengan pesawat CRJ-1000 telah diselesaikan saat Singapore Airshow pada Februari 2012.

Pada saat itu, Garuda awalnya setuju untuk memperoleh enam pesawat CRJ-1000, dengan opsi untuk menerima pengiriman 12 jet tambahan dengan kontrak senilai US$1,32 miliar. Pesawat pertama buatan Kanada itu dikirim pertama kali pada Oktober 2012 dan terakhir pada Desember 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper