Bisnis.com, JAKARTA – Kecilnya porsi kredit perbankan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu penghambat utama sektor UMKM Indonesia dalam mengembangkan kapasitas bisnis.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan saat ini porsi kredit perbankan untuk UMKM baru 20 persen dari seluruh total kredit perbankan.
“Padahal, pelaku usaha di Indonesia 99 persen adalah UMKM. Namun, Indonesia terendah dibandingkan negara-negara di Asia, seperti Singapura dengan porsi kredit perbankan sebesar 39 persen, Malaysia 51 persen, Thailand 50 persen, Jepang 66 persen, Korsel 81 persen. Pembentukan Holding Ultramikro sangat diperlukan!” ujar Teten kepada Bisnis, Selasa (9/2/2021).
Hal tersebut, lanjutnya, menyulitkan sektor UMKM untuk bisa naik kelas mengembangkan kapasitas usaha serta daya saing.
Menurut Teten, hal yang diperlukan sektor UMKM adalah skema pembiayaan modern yang tidak lagi mensyaratkan agunan dalam pemberian kreditnya. Pasalnya, kata Teten, rerata UMKM tidak punya aset yang memadai.
Sampai dengan saat ini pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) mikro dengan plafon senilai Rp50 juta masih diramaikan dengan bank yang mensyaratkan agunan. “Mestinya tanpa agunan,” tegasnya.
Baca Juga
Ke depannya, Teten melihat kemungkinan akan dilakukan aktivasi kembali perlindungan dari Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) dan PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero) terhadap UMKM agar sektor perbankan lebih berani lagi dalam mengucurkan kredit ke segmen tersebut.
“Pihak perbankan juga harus sudah punya skema kredit dengan agunan dalam bentuk Surat Perintah Kerja [SPK] bagi UMKM yang memerlukan modal kerja, sebagaimana diamanatkan oleh UU Cipta Kerja,” jelasnya.
KemenkopUKM sedang memprioritaskan formalisasi usaha mikro, yang saat ini mayoritas tidak bankable karena tidak memiliki pencatatan uang keluar masuk. Padahal penyerapan tenaga kerja dari sektor tersebut mencapai 97 persen dan kontribusinya terhadap PDB sebesar 60 persen.