Bisnis.com, JAKARTA – Kehadiran Holding Ultramikro diyakini menjadi peluang bagi dunia usaha Indonesia untuk memperbaiki geliatnya.
Pasalnya, program tersebut langsung mengarah ke bagian vital dari struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia, yakni sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menyumbang 60 persen terhadap PDB.
Namun, rencana pembentukan Holding Ultramikro oleh pemerintah dinilai perlu memperluas cakupan kolaborasi untuk memperlebar akses bagi pelaku usaha ultramikro dalam melakukan pinjaman modal usaha.
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal berpendapat perluasan cakupan kolaborasi tersebut dikatakan penting seiring dengan tren peminjaman modal usaha yang berkembang di sektor ultramikro dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di mana peminjaman melalui platform teknologi marak.
Menurutnya, dalam 10 tahun terakhir peminjaman uang dari pelaku usaha segmen ultramikro kepada platform fintech berkembang cukup pesat, sehingga dirasa perlu untuk dilakukan perluasan kolaborasi dengan menggandeng perusahaan di sektor tersebut.
“Selain itu, tren tersebut menunjukkan bahwa suku bunga bukan menjadi pertimbangan utama bagi pelaku usaha mikrokecil dalam mengatur rencana peminjaman,” ujar Fithra kepada Bisnis, Selasa (9/2/2021).
Baca Juga
Masalahnya, sambung Fithra, selama ini sebagian besar dari pelaku usaha segmen ultramikro kesulitan mengakses sektor keuangan. Ia menyebut jumlah pelaku usaha ultramikro yang masih kesulitan mengakses sektor keuangan mencapai 30 juta unit usaha.
Selama itu pula, lanjutnya, pelaku usaha ultramikro cenderung meminta pinjaman modal usaha kepada lender-lender berbunga tinggi yang tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) alias rentenir.
Berdasarkan pengalaman tersebut, pelaku usaha ultramikro pada dasarnya tidak terlalu terpengaruh dengan suku bunga pinjaman.
“Permasalahannya bukan suku bunga, tapi akses. Holding Ultramikro harus mampu menyelesaikan masalah akses terhadap pelaku usaha segmen ultramikro yang lebih dekat dengan Pegadaian dan PNM, namun tidak bisa memberikan pinjaman dalam modal besar,” kata Fithra.
Menyambung hal itu, fintech dinilai bisa menjadi jembatan permasalahan akses pelaku usaha ultramikro terhadap sektor keuangan. Hal ini menjadi kian vital karena struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia 60 persen dikontribusikan oleh UMKM.