Bisnis.com, JAKARTA - PLN terus melakukan inovasi demi menghadirkan listrik ke wilayah terdepan, tertinggal, terluar atau 3T.
Salah satunya, PLN menghadirkan stasiun pengisian energi listrik (SPEL) di Desa Kabanda, Kecamatan Ngadu Ngala, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Untuk menghadirkan listrik di rumah masyarakat, PLN juga memberikan bantuan alat penyimpanan daya listrik (APDAL).
Bantuan melalui program PLN peduli itu diberikan kepada 161 kepala keluarga di desa tersebut.
Total biaya pembangunan SPEL dan penyediaan APDAL untuk masyarakat Kabanda mencapai Rp1,7 miliar.
"Program ini merupakan bagian dari program PLN Peduli. Pemanfaatan SPEL dan APDAL merupakan solusi untuk menerangi desa-desa yang masih gelap gulita dan sulit dijangkau," tutur General Manager PT PLN (Persero) Wilayah Nusa Tenggara Timur Agustinus Jatmiko melalui siaran pers, Kamis (4/2/2021).
Baca Juga
APDAL adalah alat penyimpan energi listrik berbasis baterai dengan kapasitas watt hour (Wh) dan dapat di isi ulang pada SPEL.
Untuk di Kabanda, APDAL memanfaatkan sinar matahari melalui panel surya sebagai sumber energi.
“Jadi potensi energi yang ada di lokal kami manfaatkan sebaik mungkin, ini yang akan terus kami dorong,” kata Jatmiko.
APDAL yang telah terisi listrik selanjutnya dapat disambungkan di instalasi listrik milik pelanggan dengan tiga buah lampu dan tiga buah saklar.
APDAL bisa diisi ulang secara mandiri di SPEL PLN yang tersedia di beberapa titik.
Kepala Desa Kabanda Umbu Ndamung Kilimandu berterima kasih listrik bisa menerangi masyarakat di desanya.
”Kami sangat mengapresiasi dan menyampaikan ucapan terima kasih bagi PLN yang telah menyalurkan bantuan tabung listrik bagi desa kami. Ini adalah satu loncatan besar bagi desa kami dalam memenuhi kebutuhan kelistrikan di desa yang merupakan bagian dari roda penggerak berbagai aspek masyarakat di antaranya perekonomian dan pendidikan,” ucapnya.
Rasa syukur dan bahagia juga datang dari keluarga Umbu Ndaing, salah satu penerima bantuan APDAL.
Selama ini warga menggunakan alat sederhana, yaitu lampu pelita yang minyak tanahnya dibeli Rp15.000. Paling sedikit dalam sebulan menghabiskan 2 liter minyak tanah.
Dilihat dari fungsi penerangan yang baru, ia mengaku apa yang diterima saat ini sangat luar biasa.
"Karena kami bisa melakukan beberapa kegiatan di malam hari termasuk memecahkan kemiri yang merupakan hasil tani di Desa Kabanda,” ujar Ndaing.