Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait dengan perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dan/atau entitas yang dimilikinya. Aturan perpajakan tersebut diharapkan tidak bertabrakan dengan undang-undang (UU).
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muhammad Misbakhun mengatakan bahwa LPI hadir mengacu pada UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Namun beleid tersebut, tidak mengatur terkait sistem perpajakan untuk LPI atau yang pemerintah sebut sebagai Indonesia Investment Authority (INA).
“UU Cipta Kerja cuma mengatakan LPI diberi fasilitas. Fasilitasnya apa? Itu diatur dalam RPP,” katanya saat dihubungi, Selasa (2/2/2021).
Misbakhun menjelaskan bahwa perpajakan dalam RPP LPI dibagi menjadi tiga bagian, yaitu masa investasi, masa kepemilikan, dan masa berakhir. Untuk selesainya kontrak investor, sudah diatur pada UU Pasar Modal.
Ini levelnya sudah UU atau di atas tingkat RPP. Jangan sampai fasilitas yang ada di dalam RPP perpajakan untuk LPI malah menyebabkan disinsentif.
Baca Juga
Contoh yang terbaru, tambah Misbakhun, perusahaan otomotif seperti Toyota sudah berdarah-darah merintis pasar di Indonesia. Toyota yang juga menggandeng perusahaan swasta nasional diberikan fasilitas standar.
Sementara itu, Tesla, Inc. yang ingin berinvestasi di Indonesia lanagsung menjadi mitra LPI dan mendapatkan fasilitas lebih.
“Yang satu fasilitas tinggi, yang satu standar. Orang akan melihat itu. Nah, jangan sampai juga aturan yang sudah ada di UU lain dengan yang posisinya RPP. Ini yang harus disinkronkan dan harmonisasi,” jelasnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada rapat kerja dengan DPR kemarin mengatakan bahwa pemerintah membuat RPP ada proses harmonisasi serta diberikan rambu-rambu oleh Kementerian Hukum dan HAM.
“Kita mencoba menyusun itu dari sisi keseluruhan perpajakan. Memang ada aturan baru yang muncul dan memang perlu direspons atau diakomodasi namun tanpa kehilangan sebagai basis pajak kita,” katanya.