Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah sedang menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau sovereign wealth fund (SWF) dan/atau entitas yang dimilikinya. Setidaknya ada 13 pasal di dalamnya.
Perpajakan untuk LPI dibagi menjadi tiga bagian, yaitu masa investasi, masa kepemilikan, dan masa berakhir (exit). Khusus bagian terakhir, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa itu adalah pembayaran kembali kepada mitra investasi luar negeri karena likuidasi.
“Penghasilan mitra investasi yang merupakan subjek pajak luar negeri [SPLN] atas selisih lebih nilai likuidasi dengan nilai investasi awal adalah objek pajak dividen,” katanya saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (1/2/2021).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa apabila dana tersebut dibawa keluar negeri, karena mitra merupakan SPLN, maka dikenakan pajak penghasilan (PPh) pasal 26 tarif 20 persen atau tarif sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B).
Akan tetapi, hal tersebut di dalam RPP bukan merupakan objek pajak jika investor mengolah kembali keuntungannya di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
“Tujuannya agar SPLN tidak membawa keuntungan yang diperoleh, tapi ditanamkan kembali ke Indonesia. Namun, jika bawa keuntungannya, maka dia bayar PPh 7,5 persen."
Besaran 7,5 persen dipilih karena berdasarkan perjanjian P3B dengan 71 negara jurisdiksi, rata-rata tarif untuk bunga dan dividen sebesar 10 persen. Bahkan ada yang sampai 15 persen.
“Nah, di dalam RPP LPI kami beri 7,5 persen tujuannya memberi insentif sehingga para investor tertarik menjadi mitra LPI karena treatment bunga sedikit di bawah rata-rata dari P3b yang di atas 10 persen,” ucap Sri.