Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja ekspor produk benang dan serat fiber tahun ini diperkirakan tidak mengalami perbaikan yang signifikan. Kebijakan antidumping di sejumlah negara tujuan ekspor dikatakan masih akan menjadi penyebab utama.
Dalam laporan Kementerian Perdagangan berjudul Indonesian Trade Outlook 2021, tergambarkan kinerja ekspor untuk benang dan serat fiber mengalami pelemahan 30,48 persen secara tahunan pada 2020.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Wirawasta mengatakan produk benang dan serat fiber Tanah Air masih akan berhadapan dengan kebijakan antidumping dari sejumlah negara, antara lain Amerika Serikat, Turki, Brasil, India, dan Uni Eropa.
“Untuk ekspor, dunianya lagi kurang mendukung karena banyak negara yang melakukan proteksi. Sampai saat ini, proteksi masih marak dilakukan demi memulihkan ekonomi di tiap-tiap negara terlebih dahulu,” kata Redma kepada Bisnis, Selasa (2/2/2021).
Selain itu, lanjutnya, tahun ini diakui akan sedikit sulit bagi industri benang dan serat fiber untuk mengandalkan pasar ekspor yang memiliki porsi hanya 30 persen dari total produksi.
Dengan kondisi sekarang, sambung Redma, porsi ekspor untuk produk benang dan serat fiber hanya akan berkisar antara 10—15 persen akibat penurunan permintaan di pasar global serta permintaan dalam negeri yang lebih besar.
Baca Juga
Adapun, negara-negara tujuan ekspor yang dinilai masih potensial pun tidak cukup menjanjikan tahun ini.
Pasalnya, dalam memaksimalkan negara-negara yang dinilai potensial seperti Jepang, Turki, India, dan Uni Eropa, ekspor benang dan serat fiber RI masih harus berhadapan dengan kebijakan antidumping.
“Artinya, untuk menaikkan neraca dagangnya, harus dilakukan substitusi impor. Jadi, pada 2021 pasar lokal akan menyerap lebih banyak dibandingkan dengan ekspor. Alhasil, neracanya akan lebih positif. Dengan demikian, tahun ini kami tidak akan fokus ke ekspor,” ujarnya.