Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Energi Nasional akan mengevaluasi rencana umum energi nasional.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan bahwa asumsi-asumsi rencana umum energi nasional (RUEN) makro yang digunakan dalam RUEN yang ditetapkan pada 2017 sudah tidak lagi relevan.
Oleh karena itu, DEN akan mengevaluasi target-target bauran energi, termasuk target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.
"RUEN dibentuk dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 7—8 persen. Ambisius dan tinggi sekali. Otomatis itu akan menciptakan demand kalau kita menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi bagus. Namun, siapa sangka 2020 dapat tabrakan berat pandemi global, ada social distancing yang membuat demand berkurang," katanya dalam acara Indonesia Energy Transition Outlook 2021, Selasa (26/1/2021).
Menurutnya, dengan kondisi saat ini sangat berat untuk mengejar target 23 persen pada 2025. Maka dari itu, DEN akan mengevaluasi RUEN dengan dua pendekatan, yakni dengan melakukan penyesuaian terhadap target bauran EBT atau dengan menstimulasi berbagai kebijakan yang dapat mendorong tercapainya target EBT yang telah ditetapkan.
"Kita lihat perkembangannya belum menggembirakan target 23 persen tahun 2025. Kita melihat hari ini ada sekitar 10—11 persen, itu menurut saya sangat berat untuk mengejar 23 persen," ujar Satya.
Baca Juga
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menilai bahwa semestinya target bauran energi fosil, utamanya batu bara, yang seharusnya direvisi untuk memenuhi komitmen Perjanjian Paris.
Tak dapat dipungkiri, saat ini penyediaan energi masih didominasi oleh energi batu bara yang porsinya sekitar 60 persen dalam bauran energi nasional.
Sugeng menuturkan bahwa porsi tersebut diproyeksikan masih terus meningkat hingga 2028. Hal ini mengingat masih terdapat proyek 35.000 megawatt (MW) yang mayoritas merupakan proyek PLTU.
Untuk mengatasi persoalan kelebihan pasok di sistem kelistrikan PLN dan mengurangi porsi pembangkit batu bara, Sugeng menyarankan agar proyek 35.000 MW ditinjau kembali.
"Kita harus berani tinjau ulang proyek 35.000 MW, kalau perlu direnegosiasi, misal, mengurangi kapasitas pembangkit sehingga tidak ada lagi isu oversupply dan isu peningkatan batu bara yang ini merupakan zero sum game dari apa yang sudah kita upayakan bersama," katanya.