Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tambah Investasi, Jangan Lupakan Sektor Jasa!

Pengusaha menilai penarikan investasi di Tanah Air masih menyisakan sejumlah tantangan di antaranya investasi yang menciptakan nilai tambah. Dalam hal ini pengusaha pun meminta pelibatan sektor jasa.
Ilustrasi seperangkat server data. Selama ini bentuk kemitraan tidak terlalu jelas, tetapi umumnya yang terjadi adalah dalam bentuk penyertaan modal. /Wikimedia Commons
Ilustrasi seperangkat server data. Selama ini bentuk kemitraan tidak terlalu jelas, tetapi umumnya yang terjadi adalah dalam bentuk penyertaan modal. /Wikimedia Commons

Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha menilai penarikan investasi di Tanah Air masih menyisakan sejumlah tantangan di antaranya investasi yang menciptakan nilai tambah. Dalam hal ini pengusaha pun meminta pelibatan sektor jasa.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan penciptaan nilai tambah selain hilirisasi juga perlu peningkatan komponen jasa yang diintegrasikan ke sektor ekonomi lain sebagai nilai tambah bagi produk atau output sektor ekonomi tersebut.

Hal itu, menurutnya, disebut sebagai servicification dan bisa dilakukan dengan berbagai cara dari mulai pra-produksi hingga post-produksi misalnya dengan investasi R&D, inovasi produk barang dan jasa, inovasi logistik atau distribusi barang, hingga layanan purnajual.

"Karena itu, investasi di sektor jasa untuk meningkatkan efisiensi dan peningkatan kualitas jasa nasional menjadi penting, khususnya untuk sektor jasa vital, seperti energi, logistik atau transportasi, termasuk infrastruktur fisik untuk jasanya misalnya server, tower telco, pembangkit listrik, jalan, dan sejenisnya," kata Shinta kepada Bisnis, Senin (25/1/2021).

Adapun terkait dengan kemitraan, Shinta menyebut, dalam investasi yang terpenting adalah rasionalitas kemitraannya. Misalnya hal-hal yang mau dimitrakan, yang bisa dimitrakan, dan bentuk kemitraan dengan pelaku usaha nasional yang dianggap valid oleh regulasi.

Kesemuanya itu, harus jelas terlebih dulu. Pasalnya, selama ini bentuk kemitraan tidak terlalu jelas, tetapi umumnya yang terjadi adalah dalam bentuk penyertaan modal. Hal itu akan sulit dilakukan di sektor-sektor yang padat modal seperti tekstil hulu, pertanian, peternakan, perkebunan nonsawit, pertambangan, dan industri manufaktur yang membutuhkan teknologi tinggi.

"Khususnya sektor hulu industri karena pelaku usaha nasional memiliki keterbatasan menciptakan modal skala besar, apalagi dalam regulasi yang diminta menjadi mitra pada sektor tersebut adalah UMKM. Karena itu, level TKDN menjadi rendah dan kita sangat sulit membenahi mismatch atas supply chain dalam domestik dlm rangka meningkatkan level TKDN," ujar Shinta.

Untuk itu, pelaku usaha berharap pemerintah dalam menyusun positive list investasi juga rasional dan sensitif terhadap rasionalitas kemitraan tersebut agar disesuaikan dengan kemampuan finansial dan kemampuan nonfinansial pelaku usaha di sektor UMKM.

"Jangan sampai aturan kemitraan justru menjadi barrier investasi baru di Indonesia yang malah menyukitkan atau meng-discourage pelaku usaha asing untuk masuk Indonesia," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper