Bisnis.com, JAKARTA – Perwakilan pengusaha mengemukakan terdapat 4 isu krusial yang mengemuka dalam pembahasan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan, salah satu aturan turunan klaster ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Direktur PT Pusat Studi Apindo Pri Suprayitno mengemukakan isu krusial ini menyangkut konsep pemberian manfaat yang diharapkan murni hanya menyasar para pekerja dengan risiko kehilangan pekerjaan, bukan pencari kerja baru.
Dia menjelaskan pekerja baru atau fresh graduate memiliki jaminan pelatihan sendiri dalam bentuk Kartu Prakerja.
“Ada pembatasan usia ketika peserta dapat menerima manfaat dari JKP [Jaminan Kehilangan Pekerjaan],” kata Pri yang juga menjadi salah satu perwakilan pengusaha dalam perundingan tripartit, Senin (25/01/2021).
Isu kedua yang menjadi fokus pembahasan adalah soal rekomposisi iuran program. Dia mengatakan pengusaha tidak ingin ada skema pembayaran baru sehingga pendanaan program ini diharapkan berasal dari sumber iuran yang sudah ada seperti jaminan kecelakaan kerja (JKK).
“Jadi dari JKK yang sudah perusahaan tanggung saat ini, ke depannya terserah. Kami tidak ingin ada pembayaran. Jadi iuran diambil dari kewajiban yang sudah dibayarkan yaitu JKK dan sisanya pemerintah,” kata Pri.
Baca Juga
Adapun hal ketiga menyangkut informasi pasar kerja. Pri menyatakan selama ini informasi pasar kerja dikelola oleh pemerintah melalui Balai Latihan Kerja (BLK) yang tersebar di daerah.
Pengusaha mengusulkan platform penyedia informasi kerja seperti LinkedIn dan JobStreet dapat lebih dilibatkan ke depannya sehingga informasi yang diterima peserta dapat lebih beragam.
Isu terakhir, sambung Pri, berkaitan dengan frekuensi manfaat yang dapat diterima peserta JKP selama ia berstatus sebagai kelompok yang berhak. Dalam kasus pekerja menjadi korbak pemutusan hubungan kerja lebih dari sekali, Pri mengatakan uang manfaat tentu akan ikut berkurang.
“Ini 4 isu yang jadi pembahasan ketiga pihak dan setiap pihak punya argumentasi yang belum bulat,” kata Pri.
Substansi dalam RPP JKP sendiri telah dikemukakan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI belum lama ini.
Substansi pertama mencakup kepesertaan program JKP yang berasal dari peserta penerima upah dan harus mengikuti empat program yaitu Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JP).
Ida juga menjelaskan penyelenggara program JKP terdiri atas BPJS Ketenagakerjaan dan Kemenaker di mana BPJS Ketenagakerjaan bakal mengurusi ihwal manfaat tunai (cash benefit), sedangkan Kemenaker berkaitan dengan pelatihan dan proses pencarian kerja.
Ketiga, kriteria PHK bagi penerima program JPK adalah apabila perusahaan melakukan penggabungan, perampingan, atau efisiensi perubahan status, mengalami kerugian, tutup dan pailit, serta pengusaha melakukan kesalahan terhadap pekerja. Kriteria tersebut dengan mengecualikan PKWT, pensiun, meninggal, dan cacat total.
Keempat, dari segi eligibilitas, ketentuan minimal masa kepesertaan program JKP adalah 24 bulan, masa iuran 12 bulan, dan membayar iuran berturut-turut selama enam bulan. Kelima, manfaat program JKP diberikan selama paling lama enam bulan dengan persentase tertentu dari upah dilaporkan atau rata-rata upah nasional.
Keenam, dari sisi iuran terdapat batas atas upah, yakni sesuai plafon (ceiling) Jaminan Pensiun atau menggunakan rata-rata upah nasional. Adapun sumbernya dari rekomposisi iuran JKK, modal awal, dan iuran pemerintah.