Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memperingatkan potensi terulangnya lonjakan harga bawang putih pada April dan Mei seiring berkurangnya pasokan.
KPPU memperkirakan stok bawang putih berada di bawah konsumsi bulanan jika importasi tidak segera direalisasikan.
Komisioner KPPU Taufik Ariyanto mengemukakan gejolak harga pada semester I bisa kembali terjadi sebagaimana kerap dirasakan dalam empat tahun terakhir. Data pergerakan harga rata-rata bawang putih yang dihimpun KPPI menunjukkan harga bawang putih selalu merangkak naik pada awal tahun sejak 2017.
“Tren kenaikan harga selalu terjadi pada semester I dalam empat lima tahun terakhir. Paling cepat terjadi pada awal 2020, sejak Februari naik karena sumber impor utama, China mengalami lockdown. Hanya saja kalau kita lihat polanya sejak 2017 sampai 2020 selalu terjadi kenaikan harga pada tiga empat bulan awal setiap tahun,” kata Taufik dalam diskusi daring, Jumat (22/1/2021).
Secara historis, Taufik mengemukakan harga bawang putih mencapai level tertinggi pada April sampai Juni dan mulai memperlihatkan penurunan pada Juli seiring realisasi impor.
Pada 2017 misalnya, harga rata-rata bawang putih pada Mei menembus Rp52.397 per kilogram (kg) dan mulai turun menjadi Rp33.679 per kg pada Juli. Hal serupa kembali terulang dua tahun kemudian di mana harga bawang putih mencapai Rp48.499 per kg pada Mei 2019 dan turun menjadi Rp35.635 per kg pada Juli.
Baca Juga
“Ini harga rata-rata nasional yang dihimpun Kemendag. Ada potensi harga riil di pasaran lebih tinggi,” katanya.
Gejolak harga ini berpeluang kembali terjadi jika merujuk pada beberapa skenario yang disusun KPPU di mana stok awal bawang putih berada di angka 150.484 ton sampai 178.000 ton.
Dalam skenario konsumsi tinggi di kisaran 48.000 ton dan belum ada tambahan pasokan impor, stok bawang putih pada akhir Maret hanya tersisa 6.484 sampai 16.120 ton. Artinya stok penyangga untuk awal April tidak akan mencukupi kebutuhan.
Hal serupa juga terjadi jika konsumsi bulanan berada pada level moderat 45.000 ton per bulan atau rendah di angka 40.000 ton sebagaimana laporan importir bawang putih. Stok bawang putih masing-masing akan berada di bawah 25.120 ton dan 40.120 ton untuk awal April yang bertepatan dengan Ramadan.
“Dalam 3 skenario ini, stok awal April sebagai penyangga sudah berada di bawah konsumsi bulanan. Ini yang memungkinan mendorong kenaikan harga seperti pada 2017, 2018 dan 2019,” kata Taufik.
Taufik menyatakan masa kritis pengadaan bawang putih untuk 2021 terjadi pada Februari dan Maret. Dalam hal ini, pemerintah harus memastikan bahwa perizinan untuk importasi telah diterbitkan dan pelaku usaha telah memulai melakukan impor.
Terlebih, perizinan bawang putih kerap menimbulkan polemik karena harus melalui dua pintu, yakni rekomendasi di Kementerian Pertanian dan persetujuan impor di Kementerian Perdagangan.
Sebelumnya dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian pun melaporkan potensi berkurangnya pasokan bawang putih mulai April 2021.
Data Kementerian Pertanian memperlihatkan bahwa stok awal bawang putih pada Januari 2021 yang merupakan stok bawaan akhir 2020 berada di angka 134.576 ton. Sementara tingkat konsumsi diproyeksi menembus 44.000 sampai 48.000 ton per bulan.
“Sekarang masih ada stok sisa 2020 yang berjumlah 134.000 ton. Sehingga untuk akhir Januari perkiraan sisa stok 85.000 ton, akhir Februari 42.000 ton. Namun mulai Maret, April sudah mengalami shortage untuk kebutuhan bawang putih,” kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto.
Dia menjelaskan bahwa sejauh ini Kementan telah menerima pengajuan rekomendasi impor hortikultura (RIPH) bawang putih sebesar 46.980 ton. Sementara proyeksi kebutuhan impor bawang putih sepanjang 2021 adalah 550.000 ton.