Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Para Calon Menteri Biden Bakal Pertahankan Sikap Keras Trump ke China

Para pejabat berjanji untuk melawan praktik perdagangan yang kasar dan melarang produk wilayah yang diduga mempraktikkan pekerja paksa etnis Muslim Uighur di Xinjiang.
Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden berbicara tentang ekonomi dan laporan kerja Amerika Serikat terakhir tahun 2020 di kantor pusat transisi di Wilmington, Delaware, Amerika Serikat, Jumat (4/12/2020)./Antara-Reuters
Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden berbicara tentang ekonomi dan laporan kerja Amerika Serikat terakhir tahun 2020 di kantor pusat transisi di Wilmington, Delaware, Amerika Serikat, Jumat (4/12/2020)./Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Kandidat menteri kabinet presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden mengisyaratkan akan mempertahankan sikap yang keras terhadap China, yang ditunjukkan selama periode kepemimpinan Donald Trump.

Para pejabat berjanji untuk melawan praktik perdagangan yang kasar dan melarang produk wilayah yang diduga mempraktikkan pekerja paksa etnis Muslim Uighur di Xinjiang.

Janet Yellen, calon menteri keuangan Biden menjelaskan hal itu selama keterangan di hadapan Kongres.

"[AS] Siap untuk menggunakan berbagai alat untuk menangani tindakan seperti dumping produk, melanggengkan hambatan perdagangan, dan memberikan subsidi ilegal kepada perusahaan," kata Yellen, dilansir Bloomberg, Rabu (20/1/2021).

Antony Blinken, yang terpilih sebagai menteri luar negeri, mengatakan dia setuju dengan pernyataan pemerintahan Trump bahwa tindakan keras China terhadap Uighur dan minoritas lainnya di wilayah Xinjiang adalah genosida.

Dia mengatakan kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat bahwa AS harus melarang impor barang yang diproduksi di Xinjiang dan melarang ekspor ke perusahaan yang berpartisipasi dalam pelanggaran hak di sana.

Hubungan antara dua ekonomi terbesar dunia tampaknya akan tetap memanas di bawah Biden karena baik Partai Republik dan Demokrat di Kongres berkeinginan kuat melayangkan sanksi pada China atas pencurian kekayaan intelektual dan praktik perdagangan yang tidak adil.

Namun, Biden mengatakan bulan lalu bahwa dia tidak akan segera melakukan tindakan apa pun terhadap tarif Trump atas impor China senilai US$350 miliar.

Yellen mengatakan AS akan berusaha untuk bekerja dengan sekutu untuk mengatasi masalah terhadap China. "China jelas merupakan pesaing strategis terpenting kami," kata Yellen.

Dia menambahkan AS juga harus berusaha memperkuat ekonominya sendiri dengan berinvestasi dalam infrastruktur dan penelitian dan pengembangan, seperti yang akan segera diusulkan Biden.

Calon Biden untuk menjabat sebagai direktur intelijen nasional menyuarakan catatan yang sama. Avril Haines mengatakan selama sidang konfirmasi di depan Komite Intelijen Senat bahwa dia ingin menggunakan intelijen untuk lebih mendukung upaya untuk melawan tindakan tidak adil, ilegal, agresif dan koersif China, serta pelanggaran hak asasi manusia.

Trump berupaya menghukum China atas pencurian kekayaan intelektual dengan pemberlakuan tarif. Trump juga sangat mengandalkan rezim sanksi Departemen Keuangan untuk menghukum pejabat China yang terlibat dalam tindakan keras terhadap pengunjuk rasa demokrasi di Hong Kong.

Yellen mengatakan bahwa sanksi secara luas akan tetap menjadi alat penting bagi Departemen Keuangan. Dia tidak memerinci bagaimana pemerintahan Biden akan memberlakukan tarif pada China.

Departemen Keuangan di bawah Yellen juga akan mewarisi keputusan tertunda apakah terus menyerang perusahaan teknologi China. Pertempuran paling terkenal terjadi tahun lalu atas aplikasi media sosial TikTok. Dengan alasan keamanan nasional Trump berupaya memutus operasi TikTok di AS dengan perusahaan induknya, ByteDance Ltd.

Dalam minggu-minggu terakhir masa jabatannya, Trump telah memberlakukan pembatasan investasi pada beberapa perusahaan yang dikatakan membantu operasi militer China. Tim Biden harus memutuskan apakah akan mengubah tindakan itu atau melanjutkan jalur garis keras yang telah ditetapkan Trump.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper