Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan Nasional (Apernas) Jaya Andre Bangsawan meminta pemerintah untuk menaikkan harga jual rumah bersubsidi.
Andre mengatakan 2021 merupakan tahun yang cukup menantang karena pandemi Covid-19 yang tidak jelas kapan berakhir.
"Ini sedikit akan memengaruhi bisnis perumahan khususnya rumah subsidi," ujarnya di Jakarta pada Rabu (13/1/2021).
Andre berharap agar pemerintah menaikkan harga rumah subsidi. Hal ini seiring dengan meningkatnya harga sebagian bahan bangunan. Selain itu, upah para pekerja bangunan pun naik.
Sebelumnya, Dirjen Pembiayaaan Infrastruktur Kementerian PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto mengatakan penetapan harga jual rumah subsidi ini akan menggunakan batasan harga jual rumah paling tinggi sesuai dengan Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020 dan Kepmen Nomor 587/KPTS/M/2019.
"Harga jual rumah tapak paling tinggi yang dapat dibeli menggunakan KPR bersubsidi atau BP2BT [Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan] pada 2021 tidak mengalami kenaikan," paparnya.
Adapun penentuan harga jual rumah bersubsidi paling tinggi tahun 2021 ini mengacu pada beberapa pertimbangan. Pertimbangan itu yakni tak terjadi kenaikan biaya konstruksi signifikan pada 2020 berdasarkan hasil survei harga bahan bangunan dan upah pekerja.
"Survei ini didapat dari asosiasi pengembang dan tenaga pendukung penyaluran BP2BT di 45 kabupaten/kota di Indonesia," ucapnya.
Selain itu, inflasi perdagangan besar sektor konstruksi dalam BPS pada Desember 2020 secara tahunan hanya menempati angka 0,97.
Kemudian, ketersediaan pasokan rumah siap akad menurut data Sistem Informasi Pengumpulan Pengembang (Sikumbang) per 7 Januari 2021 sebanyak 227.183 unit. Lalu untuk target penyaluran KPR Bersubsidi dan BP2BT tahun 2021 sebesar 212.066 unit.
"Pemenuhan KPR bersubsidi dan BP2BT tahun 2021 dapat menggunakan stok rumah tahun 2020," tuturnya.
Eko menambahkan pertimbangan terakhir yakni kebijakan nasional Upah Minimum Provinsi (UMP) tidak mengalami kenaikan.