Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi CPO Malaysia Terganggu, Ekspor RI Bisa Terus Melaju

Salah satu peluang tersebut datang dari disrupsi pasokan yang terjadi di Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua. 
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia tetap memiliki peluang besar untuk memperkuat ekspor minyak sawit (CPO) dan turunannya di tengah tren harga minyak nabati global yang menunjukkan kenaikan.

Salah satu peluang tersebut datang dari disrupsi pasokan yang terjadi di Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua. 

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan gangguan pasokan di Malaysia membuka jalan bagi Indonesia untuk mendorong ekspor karena produksi di Tanah Air cenderung tidak terganggu.

Sebagaimana dilaporkan, stok minyak sawit di Malaysia pada awal 2021 diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu. 

Data Malaysia Palm Oil Industry (MPOC) menunjukkan stok akhir CPO pada November berada di level terendah dalam 40 bulan terakhir dengan volume 1,56 juta ton. Produksi minyak sawit di negara itu pun diperkirakan tetap terkoreksi setidaknya sampai Maret atau April 2021 akibat cuaca dan terbatasnya pergerakan pekerja di kebun.

“Peluang ekspor kita tetap besar karena produksi cenderung masih normal. Di Malaysia pembatasan ketat dan banyak pekerja di kebun mereka berasal dari Bangladesh dan Indonesia sehingga memengaruhi produksi,” kata Sahat kepada Bisnis, Kamis (7/1/2021).

Selain gangguan pasokan CPO dari produsen lain, Sahat menjelaskan pasokan minyak nabati secara global memang ketat. Terutama untuk kedelai dari negara-negara Amerika Selatan seperti Argentina dan Brasil yang produksinya terganggu akibat kekeringan yang terjadi.

“Harga kedelai memang terus naik dan diikuti pula oleh kenaikan harga CPO, tetapi harga CPO masih bersaing. Meski permintaan kedelai di pasar utama seperti China naik, pangsa minyak nabati tetap didominasi CPO,” kata dia.

Sahat memperkirakan ekspor CPO Indonesia tetap menguat pada 2021 dengan harga yang terjaga akibat kebijakan penyeimbang pasokan seperti mandatori bauran biodiesel 30 persen. Analisis GIMNI memproyeksi ekspor pada 2021 tumbuh 8 persen menjadi sekitar 36,7 juta ton.

Sementara itu, produksi domestik ditaksir naik dari estimasi 56,34 juta ton pada 2020 menjadi 59,00 juta ton pada 2021.

Harga CPO dilaporkan berhasil menyentuh level tertingginya dalam 10 tahun terakhir. Berdasarkan data Bloomberg, harga CPO berjangka pada perdagangan Rabu (6/1/2021) untuk kontrak teraktif di Bursa Malaysia berada di posisi 4.040 ringgit. Harga ini merupakan yang tertinggi sejak 2008 dan sepanjang 2021, harga CPO telah terapresiasi 3,83 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper