Bisnis,com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali mengintensifkan pengawasan pangan dalam menyambut liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2021. Berbeda dengan tahun sebelumnya, temuan dalam pengawasan kali ini cenderung berkurang.
Tahun ini, BPOM memeriksa 2.687 sarana distribusi pangan dan menemukan 982 sarana distribusi yang tidak memenuhi ketentuan (TMK). Adapun, angka TMK tersebut lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang mencapai 1.152 unti atau 43,24 persen dari total sarana yang diperiksa.
Selain itu, pelanggaran yang mendominasi pada tahun ini adalah produk kedaluwarsa, yakni mencapai 60.656 kemasan atau 63,07 persen dari total kemasan yang melanggar. Walaupun persentasi produk kedaluwarsa meningkat, jumlah kemasan yang disita turun 25,24 persen dari realisasi tahun lalu 81.138 kemasan kadaluarsa.
"Hal ini dapat disebabkan karena kondisi pandemi yang membuat daya beli masyarakat turun, sehingga banyak produk yang tidak terbeli," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam konferensi pers di Gedung BPOM, Rabu (23/12/2020).
Penny mengatakan intensifikasi pada akhir 2020 dilakukan oleh 33 balai besar BPOM dan 40 kantor BPOM di penjuru negeri. Adapun, pengawasan kali ini berfokus pada pangan olahan tanpa izin edar, kadaluarsa, dan rusak.
Sementara itu, pelanggaran yang mendominasi pada tahun lalu adalah produk ilegal yang mencapai 96.215 kemasan atau 50,97 persen dari total pelanggaran. Adapun, produk ilegal yang disita tahun ini hanya mencapai 31.316 kemasa atau 32,56 persen dari total kemasan.
Satu-satunya kategori pelanggaran yang konsisten turun adalah panganan rusak. BPS mendata volume kemasan yang disita pada tahun ini turun 63,19 persen menjadi 4.201 kemasan, sedangkan persentasenya tahun ini mencapai 4,37 persen dari tahun lalu di level 6,05 persen.
"Intensifikasi ini sudah dimulai sejak akhir November 2020," ujar Penny.
Adapun, nilai produk yang TMK pada tahun ini hanya mencapai Rp2,05 miliar atau turun sekitar 48,36 persen dari realisasi intensifikasi Nataru 2019 senilai Rp3,97 miliar . Penny menilai hal tersebut salah satunya disebabkan oleh perubahan inspeksi dari langsung di lapangan menjadi gabungan antara inspeksi langsung dan daring.