Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Upaya Mempercepat Pembangunan, Tenaga Kerja Konstruksi Jadi Prioritas

Di tengah hasrat besar membangun infrastruktur, kualitas SDM konstruksi harus digenjot.
Presiden Joko Widodo menyalami tenaga kerja konstruksi di sela-sela pembukaan Indonesia Infrastructure Week 2018 dan Pameran Konstruksi Indonesia, di Jakarta, Rabu (31/10/2018)./JIBI-Dedi Gunawan
Presiden Joko Widodo menyalami tenaga kerja konstruksi di sela-sela pembukaan Indonesia Infrastructure Week 2018 dan Pameran Konstruksi Indonesia, di Jakarta, Rabu (31/10/2018)./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan bahwa guna mewujudkan percepatan pembangunan di Tanah Air, penyediaan tenaga kerja konstruksi yang andal dan berkompetensi tinggi menjadi salah satu prioritas.

Direktur Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi Ditjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nanang Handono Prasetyo menyatakan, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas Pemerintah yang dapat menjadi pendorong laju pertumbuhan ekonomi, baik lokal, regional, maupun nasional.

Menurutnya pembangunan infrastruktur harus dilaksanakan secara merata untuk bisa memberikan rasa keadilan dan memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat dari Sabang sampai Merauke serta dari Miangas ke Pulau Rote.

"Menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia, terlebih lagi di masa pandemi, salah satunya dapat dilakukan melalui percepatan pembangunan infrastruktur," ujarnya, seperti dikutip secara resmi, Senin (7/12/2020).

Hal tersebut, lanjut dia, dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia agar rata-rata mencapai 6% – 6,4% sampai dengan 2045, sehingga pada akhirnya mewujudkan Indonesia menjadi negara maju pada tahun tersebut.

"Untuk menghasilkan kualitas infrastruktur yang baik, maka diperlukan ketersediaan tenaga kerja konstruksi yang handal dan memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi," tuturnya.

Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.2/2017 yang mengamanatkan bahwa setiap tenaga kerja yang bekerja di sektor konstruksi wajib memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana diatur pada Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2).

Selain membangun kualitas, lanjut Nanang, meningkatkan kuantitas juga menjadi tantangan tersendiri, karena data yang ada menunjukan adanya GAP tenaga kerja konstruksi yang belum bersertifikat.

Saat ini jumlah Tenaga Kerja Konstruksi yang sudah memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja sebanyak 641.595 (7.54 %) (LPJK, November 2020) dari jumlah sekitar 8,5 juta Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia (BPS, 2019).

"Pembangunan SDM khususnya tenaga kerja konstruksi menjadi bertambah urgensinya karena saat ini kita menyongsong bonus demografi 2045. Untuk menghadapi bonus demografi tersebut maka harus berbenah dan bersiap diri dari mulai sekarang," ujarnya.

Pihaknya berharap proporsi demografi semestinya terbanyak diisi oleh lulusan pendidikan menengah keatas yang memiliki kualifikasi untuk bekerja dan berkontribusi di tengah masyarakat.

Harapan tersebut sejalan dengan Program Prioritas Presiden Republik Indonesia pada periode 2019-2024 yakni upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing.

Menurutnya, untuk mewujudkan arahan Presiden tersebut, maka seluruh stakeholder bahu membahu menyusun program ataupun kebijakan-kebijakan dalam sektor konstruksi termasuk pembinaan tenaga kerja konstruksi.

Salah satu terobosan yang dibuat adalah dengan dikeluarkannya Surat Edaran (SE) Dirjen Bina Konstruksi No.129/SE/Dk/2020 Tentang Pemberian Kompetensi Tambahan Dan Sertifikasi Kompetensi Bagi Lulusan Dan Calon Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Politeknik Dan /Atau Perguruan Tinggi Bidang Konstruksi.

Surat Edaran tersebut dikeluarkan karena pada 2019 jumlah potensi lulusan SMK, Politeknik dan Perguruan Tinggi yang mencapai sebanyak 48.559 peserta didik, dan menurut BPS jumlah pengangguran dari tingkat pendidikan SMK sebanyak 8.3%, Diploma I/II/III sebanyak 6.9% dan Sarjana sebanyak 6.2%.

Adapun salah satu penyebab utamanya adalah karena ketidakselarasan kompetensi yang dimiliki lulusan SMK, Politeknik dan/ atau Perguruan Tinggi dengan kebutuhan industri (BPS, 2019).

Berdasarkan hal itu, maka dikeluarkannya peraturan tersebut sebagai wujud upaya agar SDM Konstruksi Indonesia memiliki kompetensi yang selaras dengan kebutuhan industri konstruksi dan memenuhi ketentuan tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat kompetensi.

"Tentunya pada pelaksanaannya diperlukan kerjasama dan dukungan dari seluruh stakeholder terkait, agar setiap kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik dan bisa mendapatkan hasil yang maksimal," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper