Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah pusat dan daerah dinilai perlu mempererat kolaborasi untuk meningkatkan daya saing produk-produk ekspor industri olahan dalam negeri.
Juru Bicara Kementerian Perdagangan (Kemendag) Fithra Faisal Hastiadi mengatakan perlunya koordinasi yang lebih intensif antara pemerintah daerah dan pusat untuk membenahi hal-hal yang menjadi faktor pendukung bagi peningkatan daya saing produk ekspor industri olahan.
"Untuk meningkatkan daya saing, hal-hal yang perlu dibenahi antara lain infrastruktur, kualitas tenaga kerja, dan kerangka birokrasi. Untuk itu, antara pemerintah daerah dan pusat harus berkoordinasi secara intensif," ujar Fithra kepada Bisnis.com, Minggu (6/12/2020).
Pemerintah pusat, lanjutnya, juga sudah melakukan pemetaan terhadap daerah-daerah serta produk-produk yang dinilai potensial. Untuk mendukung upaya pemetaan tersebut, jelasnya, pemerintah daerah diminta aktif mempromosikan produk-produk ekspor industri olahan potensial kepada pemerintah pusat.
Upaya tersebut perlu dilakukan seiring dengan momentum membaiknya indeks PMI Indonesia pada November 2020. Berdasarkan laporan IHS Markit, purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia naik dari 47,8 poin pada Oktober 2020, menjadi 50,6 poin pada November.
Adapun, lanjut Fithra, sampai dengan saat ini Indonesia masih mengandalkan Jawa sebagai pemain utama untuk ekspor produk industri olahan, dan masih memerlukan waktu cukup panjang untuk melakukan perluasan ke daerah-daerah lain.
"Pasalnya, infrastrukturnya masih terpusat di sana [Jawa] semua. Untuk perluasan masih perlu waktu," ujarnya.
Dari segi komoditas, produk-produk yang diperkirakan meningkat signifikan dalam beberapa waktu ke depan antara lain, otomotif, permesinan, dan tekstil.
Sebagai salah satu indikator, data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan ekspor kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dari Indonesia selalu menunjukkan tren positif dari 2015-2019. Naik dari US$2,6 miliar menjadi US$4,3 miliar.
Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan bagi produk farmasi dengan terbukanya kemungkinan Indonesia memeroleh bahan baku murah sebagai efek RCEP.