Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Kemasan Diyakini Tumbuh Seiring Adaptasi Baru

Kementerian Perindustrian menilai seiring menghadapi adaptasi kebiasaan baru, industri kemasan diyakini akan lebih meningkat ke depan.
Industri kemasan. Strategi untuk meningkatkan daya saing sektor industri kecil menengah (IKM) terutama terkait dengan kemasan. /Jibiphoto
Industri kemasan. Strategi untuk meningkatkan daya saing sektor industri kecil menengah (IKM) terutama terkait dengan kemasan. /Jibiphoto

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian menilai seiring menghadapi adaptasi kebiasaan baru, industri kemasan diyakini akan lebih meningkat ke depan.

Berdasarkan data Indonesia Packaging Federation (2020), kinerja industri kemasan diproyeksi bertumbuh pada kisaran 6 persen pada 2020 dari nilai realisasi tahun lalu sebesar Rp98,8 triliun. Ditinjau dari materialnya, kemasan yang beredar sebesar 44 persen dalam bentuk kemasan fleksibel, 14 persen kemasan rigid plastic, dan 28 persen kemasan paperboard.

“Proporsi ini kami yakini akan meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kemasan lainnya, dengan didorong oleh pesatnya peningkatan pasar digital yang membuat mobilitas produk semakin tinggi. Karakteristik kedua kemasan tersebut, dari sisi ekonomi dan daya tahan membuatnya menjadi pilihan yang lebih baik,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih melalui siaran pers, Senin (30/11/2020).

Sementara itu, AT Kerney (2019), dalam hasil risetnya di Asia, menyatakan bahwa terdapat beberapa pergeseran paradigma yang terjadi secara makro ekonomi dan memengaruhi tren industri pengemasan. Misalnya, pertumbuhan penjualan retail online di Asia yang mencapai rata-rata 19 persen per tahun menggeser tren kemasan yang awalnya lebih mementingkan penampilan menjadi lebih mementingkan kekuatan dan daya tahan kemasan.

“Kemudian, meningkatnya permintaan smart packaging, meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kemasan yang berkelanjutan, serta desain kemasan yang dapat mengurangi biaya pengemasan, yang tentu saja akan mengurangi harga jual dan meningkatkan daya saing produk,” ujar Gati.

Saat ini, teknologi pengemasan sangat berkembang dengan cepat, di antaranya menggunakan active & intelligent packaging, modified atmosphere packaging (MAP), vacuum pack (preserve the freshness of food), frozen food (freezing foof preserves), dan retort packaging (for ready to eat meals).

Dengan kemajuan teknologi, lanjut Gati, orang-orang terus berinovasi mengembangkan teknologi kemasan dan mencari solusi untuk masalah-masalah pangan yang sangat rentan risiko, seperti untuk pangan basah.

“Untuk menjaga keamanan dan kekuatan makanan, harus menggunakan teknologi, misalnya dengan menjadikan makanan tersebut beku, atau menggunakan active and intelligent packaging untuk mengetahui umur dan kondisi dari makanan tersebut. Selain ini teknologi retort packaging sangat diperlukan untuk makanan yang dapat disimpan lama, misalnya rendang atau gudeg dari Yogya,” imbuhnya.

Strategi untuk meningkatkan daya saing sektor industri kecil menengah (IKM) terutama terkait dengan kemasan, antara lain memilih kemasan yang sesuai dengan segmentasi pasar yang menarik berbasis desain kreatif dan inovatif, memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh otoritas yang diakui secara luas, seperti GMP, HACCP, ISO, SNI, dan Halal.

Selain itu, pemilihan kualitas bahan baku dengan kontrol kualitas yang konsisten, penetapan harga jual yang bersaing dengan tetap memenuhi rasio antara biaya produksi dan daya beli konsumen, menciptakan bentuk promosi yang kreatif, informatif dan mudah dipahami mengenai produk yang dipasarkan, serta memanfaatkan e-commerce sebagai digital marketing.

Kemenperin juga memiliki Klinik Pengembangan Desain Merek dan Kemasan yang didirikan pada 2003. Klinik ini memiliki fungsi layanan informasi, konsultasi dan fasilitasi desain kemasan bagi seluruh IKM. Fungsi tersebut didukung oleh 25 Rumah Kemasan daerah yang tersebar di Indonesia.

Dalam kurun waktu 2015-30 Juni 2020, telah difasilitasi sebanyak 913 IKM, yang mana 82,04 persen merupakan IKM pangan (makanan dan minuman), diikuti IKM kerajinan 9,53 persen dan IKM sandang 6,13 persen.

IKM tersebut berasal dari Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi dan Papua dengan proporsi terbesar dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatra Barat. Dari 1653 desain kemasan yang difasilitasi klinik, material yang terbanyak adalah dari plastik, karton, dan aluma.

“Peran dan fungsi Klinik Pengembangan Desain Merek dan Kemasan Ditjen IKMA terus ditingkatkan sehingga dapat menjadi center of excellence kemasan dengan melibatkan stakeholder terkait,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper