Bisnis.com, JAKARTA – Industri tekstil Indonesia dinilai perlu melakukan perubahan yang mendasar agar dapat tetap bersaing di pasar global.
Director Asia Pacific Rayon Basrie Kamba mengatakan sektor tekstil merupakan industri yang sangat vital di Indonesia. Dia menilai, jika sektor tekstil ingin kembali meraih kejayaannya, perlu ada perubahan mendasar dalam kebijakan pemerintah.
“Perubahan itu terutama rezim perdagangan yang mendorong impor. Industri juga membutuhkan dukungan mendesak dalam bentuk subsidi energi agar tetap kompetitif dan keringanan pajak,” ujarnya dan Indonesia Economic Forum bertajuk "Emerging Trends in Global Trade", Jumat (27/11/2020).
Dia menilai masih ada harapan di masa depan untuk pasar domestik kelas menengah yang berkembang pesat di Indonesia sebagai peluang besar bagi produsen tekstil.
“Saat ini, pemain tekstil Indonesia juga berinvestasi pada bahan baru seperti poliester yang memberikan nilai tambah industri untuk menambah industri serta perekonomian secara keseluruhan,” tambah Basrie.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan untuk mereformasi kebijakan industri dalam negeri, perlu menyangkut biaya produksi dan meningkatkan daya saing di pasar.
Baca Juga
Dia menilai industri tekstil Indonesia memiliki kebutuhan yang mendesak untuk memangkas biaya produksi agar dapat bersaing di pasar, terutama saat turunnya daya beli masyarakat yang lebih rendah akibat Covid-19.
“Dalam beberapa tahun terakhir kita dapat melihat kurangnya kebijakan yang mengatur dan mengontrol komoditas utama dan fakta bahwa internet menguasai pasar domestik Indonesia, memungkinkan besarnya kepentingan dengan sisi lain yang terkait dengan harga standar atau komoditas utama yang tidak hanya diimpor dalam jumlah besar, komoditas utama juga dijual secara lokal dengan harga yang sangat rendah dan lebih rendah lagi,” ujarnya.
President Director Asia Pacific Fibers dan Chairman of APSyFi Ravi Shankar mengatakan bahwa saat ini, pertumbuhan industri TPT memberikan kontribusi sebesar 3 persen terhadap PDB Indonesia.
“Namun dengan angka ekspor sebesar US$12 miliar dan impor sebesar US$9.4 miliar. Kita dapat melihat bahwa sebagian besar negara pesaing kita seperti India dan China memiliki neraca perdagangan yang lebih baik dari Indonesia,” ujarnya
Hal itu menurutnya, menunjukkan sektor tekstil Indonesia telah mengalami penurunan. Terlebih saat ini impor telah meningkat dan ekspor memiliki tingkat pertumbuhan yang stagnan.
“Kita telah melihat peluang revitalisasi. Ada tiga pendorong utama yaitu substitusi impor, mendorong ekspor, dan optimalisasi pasar domestik. Itu merupakan potensi yang kita miliki agar bisa mendorong kebijakan untuk lebih kompetitif,” lanjutnya.