Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2021 hanya akan mencapai level pertumbuhan sebesar 3 persen, lebih rendah dari proyeksi pemerintah sebesar 5 persen.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad faktor utama yang akan menentukan proses pemulihan dan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan, yaitu pandemi Covid-19. Pada tahun ini, diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan terkontraksi -1,35 persen.
Tauhid menjelaskan, tingginya ketidakpastian Covid-19 masih akan menahan konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas sehingga konsumsi secara keseluruhan masih akan tertekan pada 2021.
"Ini faktor utamanya karena Covid-19, ini tetap menahan belanja kelas menengah sehingga masih menghantui kelas menengah melakukan konsumsi, konsumsi ini kan sekitar 56-57 persen sumbangannya ke domestik kita," katanya, Senin (23/11/2020).
Tauhid mengatakan tekanan ekonomi yang terjadi pada 2020 akan sangat menentukan pemulihan pada 2021. Salah satunya, yaitu tekanan pada perdagangan global yang menurun sangat drastis selama masa pandemi Covid-19.
Tekanan Covid-19 pun berimplikasi pada aliran investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) di dunia yang turun hingga 30-40 persen di tahun ini, diperkirakan akan tetap berlanjut ke 2021.
Baca Juga
Di samping itu, Tauhid melihat, PMI manufaktur Indonesia yang kembali mengalami penurunan pada periode September 2020 juga akan sangat memengaruhi proses pemulihan ekonomi Indonesia, padahal PMI manufaktur yang mencerminkan kinerja manufaktur di banyak negara terlihat mulai pulih.
"Kinerja manufaktur sebenarnya sudah pulih secara bulanan. Hanya Indonesia yang turun kembali, dampaknya proses pemulihan di Indonesia akan berbeda dengan negara lain. Saya kira ini hal yang cukup serius," jelasnya.
Faktor lainnya yang memengaruhi adalah efektivitas penyerapan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang pada tahun ini masih belum maksimal.
Tauhid menilai program perlindungan sosial belum dapat menggerakan permintaan domestik. Apalagi, jumlah bantuan untuk pos perlindungan sosial berkurang separuh di tahun depan.
"Kami perkirakan di 2020 [anggaran program PEN] tidak bisa teserap habis, kurang lebih 67,8 persen dan ini menurut saya menjadi catatan ketika semua berharap PEN bisa menyelesaikan masalah dalam pemulihan ekonomi," katanya.