Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pecah Rekor dalam 22 Tahun, Ekonomi Indonesia Resesi Digerogoti Corona

Efek penyebaran pandemi Covid-19 tidak hanya pada bidang kesehatan tapi menggerogoti nadi ekonomi RI. Indonesia, yang notabene adalah terbesar di Asia Tenggara serta masuk dalam G20, kelompok 20 ekonomi utama terbesar di dunia, kini sah masuk dalam jurang resesi, yang pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir.
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengumumkan secara resmi bahwa perekonomian Indonesia telah jatuh ke dalam jurang resesi. Kondisi ini adalah yang pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir sejak krisis keuangan Asia pada 1998 lalu. 

Efek penyebaran pandemi Covid-19 tidak hanya pada bidang kesehatan tapi menggerogoti ekonomi RI, yang notabene adalah terbesar di Asia Tenggara serta masuk dalam G20, kelompok 20 ekonomi utama terbesar di dunia.

Dalam pengumuman pertumbuhan domestik bruto, Kamis (5/11/2020), Badan Pusat Statistik menyatakan perekonomian nasional pada kuartal III/2020 kontraksi 3,49 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.

Kendati tidak sedalam kontraksi pada kuartal II/2020 yang tercatat minus 5,32 persen secara year on year (yoy), penyusutan kue ekonomi selama dua kuartal berturut-turut inilah yang membuat Indonesia masuk dalam resesi. 

Indonesia memang memiliki tingkat infeksi virus Covid-19 yang tertinggi di wilayah Asean dan nomor dua di wilayah Asia, setelah India. 

Kondisi ini membuat pemerintah sempat melakukan pembatasan sosial berskala besar mulai awal April. Kemudian, setelah sempat dilonggarkan, PSBB jilid II kembali diterapkan di Ibu Kota Jakarta selama empat minggu mulai pertengahan September lantaran kenaikan kasus Covid-19 yang pesat. 

Kendati bertujuan menekan penyebaran virus, pembatasan ini berdampak pada perlambatan perekonomian. Imbasnya dunia usaha menjadi terpukul dari berbagai sektor. Sisi permintaan dan produksi juga ikut turun.

Hal ini membuat banyak perusahaan melakukan efisiensi bahkan terpaksa gulung tikar. Salah satu yang banyak dilakukan adalah pengurangan beban tenaga kerja, mulai dari pemangkasan jam kerja sampai PHK. 

Hal tersebut tercermin dari peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia. BPS mencatat jumlah pengangguran per Agustus melonjak menjadi 9,77 juta orang. Angka itu naik 2,67 juta orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2020 melonjak menjadi 7,07 persen. Realisasi itu naik dari posisi Agustus 2019 yang sebesar 5,23 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan sumber kontraksi perekonomian RI yang terdalam disumbang oleh industri pengolahan dengan minus 0,89 persen. Dari 17 lapangan usaha, masih ada 10 yang terkontraksi, di mana sektor alat angkut mengalami kontraksi terdalam sebesar 29,98 persen. Adapun, industri farmasi, kimia, dan obat tradisional terpantau paling positif dengan kenaikan 14,96 persen.

Secara keseluruhan, pada kuartal III/2020 industri pengolahan terkontraksi 4,31 persen (yoy), atau ada perbaikan dari kuartal II/2020 yang minus 6,19 persen.

Industri makanan dan minuman masih tercatat penurunan tetapi hanya separuh dari kuartal yang lalu yakni minus 11,86 persen. Hal itu dikarenakan masih rendahnya penyediaan akomodasi yang tercatat minus 28,03 persen karena belum pulihnya kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik.

Sektor pariwisata sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar, mengalami penurunan yang tajam lantaran kebijakan pembatasan di Indonesia maupun di negara-negara lain secara global. 

Penyusutan kue ekonomi nasional sebesar 3,49% selama periode Juli hingga September sedikit meleset dari perkiraan para ekonom yakni di kisaran 3%. 

Namun, pemerintah tetap optimistis bahwa ekonomi RI telah melewati titik terendahnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kendati masih negatif, realisasi ekonomi kuartal III/2020 menunjukkan adanya pembalikan dibandingkan dengan realisasi pada kuartal II/2020 yang tercatat minus 5,32 persen.

"Kuartal III/2020 telah terjadi pembalikan dan perbaikan ekonomi baik itu dari sisi konsumsi, investasi, maupun belanja pemerintah," kata Sri Mulyani, Kamis (5/11/2020).

Sri Mulyani menambahkan bahwa konsumsi dari rumah tangga kelas menengah atas masih terbatas karena kondisi pendemi memang belum berakhir. Naamun dia berharap tren perbaikan ekonomi ini terus dijaga bahkan kalau perlu diperkuat untuk kembali ke level positif.

Untuk itu, di tengah ketidakpastian yang masih tinggi dan masyarakat yang masih ogah belanja, solusi yang dapat dilakukan yakni lewat akselerasi belanja pemerintah demi mendorong produk domestik bruto (PDB) Indonesia kembali tumbuh.

Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana mengatakan pencairan stimulus fiskal, yang berdasarkan data terakhir mencapai 52 persen dari total anggaran yang dialokasikan, perlu semakin didorong.

"Pemerintah perlu terus melakukan akselerasi belanja, mengingat pada Desember 2020 akan ada banyak hari libur nasional," katanya, Kamis (5/11/2020).

Sementara, dari sisi kebijakan moneter, Wisnu memperkirakan Bank Indonesia akan tetap mempertakankan stance kebijakan yang akomodatif.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menilai perekonomian Indonesia akan terus membaik pada kuartal IV 2020 meski kemungkinan kontraksi ekonomi masih akan terjadi.

"Namun, kontraksi tersebut diperkirakan akan mereda karena ekonomi telah mencapai titik terendah pada kuartal II/2020 ketika PSBB yang ketat diterapkan di tingkat nasional," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper