Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Benarkah Majikan di Taiwan Harus Tanggung 11 Biaya Pekerja Migran Indonesia?

Sebelas item yang harus dibayar oleh pemberi kerja, menurut Pemerintah Indonesia antara lain tiket pesawat, biaya paspor/visa, dan biaya yang dikeluarkan oleh agen tenaga kerja luar negeri.
Pendemo berunjuk rasa di luar Indonesian Economic and Trade Office (IETO) di Taipei./Istimewa-CNA
Pendemo berunjuk rasa di luar Indonesian Economic and Trade Office (IETO) di Taipei./Istimewa-CNA

Bisnis.com, TAIPEI — Kementerian Tenaga Kerja Taiwan mengatakan bahwa mereka tidak akan menerima persyaratan sepihak yang diperkenalkan oleh Pemerintah Indonesia yang mengharuskan majikan Taiwan untuk menanggung biaya yang dikeluarkan oleh pekerja migran kategori tertentu sebelum mereka berangkat bekerja di luar negeri.

Ketidaksepakatan itu bermula dari surat yang dikirim oleh kantor perwakilan Indonesia di Taipei kepada kementerian pada 28 Oktober.

Menteri Tenaga Kerja Hsu Ming-chun mengatakan bahwa surat itu sebagai pemberitahuan kepada majikan Taiwan bahwa mereka akan diminta membayar 11 biaya berbeda untuk berbagai kategori pekerja migran Indonesia sebelum mereka meninggalkan Indonesia untuk bekerja di Taiwan,

Menurut Hsu, Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa ketentuan baru akan mulai berlaku pada 1 Januari 2021.

Sengketa ini terkait dengan keluhan yang sudah lama ada dari pekerja migran dan kelompok yang membela hak-hak mereka—bahwa majikan Taiwan saat ini tidak membayar biaya prakerja yang dikeluarkan oleh pekerja migran.

Sistem saat ini memungkinkan para broker untuk memungut biaya dari pekerja luar negeri yang rentan yang tidak mampu membayar mereka dan sering kali berutang untuk datang dan bekerja di Taiwan.

Sebelas item yang harus dibayar oleh pemberi kerja, menurut Pemerintah Indonesia, seperti dikutip dari https://focustaiwan.tw/ termasuk tiket pesawat, biaya paspor/visa, dan biaya yang dikeluarkan oleh agen tenaga kerja luar negeri.

Kategori pekerja migran Indonesia yang diidentifikasi sebagai rentan sehingga majikan akan diminta untuk menanggung biaya sebelum keberangkatan termasuk pengasuh, pekerja rumah tangga, dan awak kapal penangkap ikan.

Namun, kata Hsu, surat itu tidak berisi informasi terperinci atau secara jelas menyatakan berapa banyak tambahan yang harus dibayar oleh majikan ketika persyaratan baru mulai berlaku.

Ketika merespons hal tersebut, Kementerian Tenaga Kerja Taiwan menyatakan akan terus mengupayakan klarifikasi lebih lanjut mengenai masalah tersebut, sekaligus mengingatkan Pemerintah Indonesia bahwa sesuai dengan perjanjian bilateral sebelumnya, setiap perubahan perjanjian sebelumnya perlu dibahas oleh kedua negara.

"Jika Pemerintah Indonesia menerapkan langkah-langkah itu setelah ada pemberitahuan sepihak saja, Kementerian Tenaga Kerja tidak akan menerimanya," kata Hsu.

Masalah ini juga membuat marah beberapa pengusaha di Taiwan, dengan International Worker-Employment Relations Harmony Development Association Taiwan mengadakan unjuk rasa di luar Kantor Perdagangan dan Ekonomi Indonesia (Indonesian Economic and Trade Office/IETO) di Taipei, bulan lalu.

Asosiasi yang terdiri atas banyak penyandang disabilitas atau anggota keluarga dari mereka yang membutuhkan perawatan, mengatakan bahwa mereka khawatir biaya untuk menyewa pengasuh akan melonjak jika biaya baru diperkenalkan dan mereka tidak akan mampu untuk menyewa pengasuh migran.

Saat melakukan aksi protes di luar IETO, para pengunjuk rasa mengacungkan spanduk dan tanda bertuliskan "Katakan Tidak kepada Pekerja Migran Indonesia", dan meneriakkan slogan-slogan agar Pemerintah Indonesia keluar dari Taiwan.

Aksi tersebut dimaksudkan untuk memprotes tuntutan yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia, kata Chen Shan-hsiu, salah satu demonstran.

Saat ditanya wartawan siapa yang akan mengisi kesenjangan tenaga kerja jika Taiwan memutuskan berhenti mendatangkan tenaga kerja Indonesia, Chen mengatakan bahwa Taiwan bisa beralih ke negara Asia lainnya seperti Nepal.

Namun, Lennon Ying-dah Wong, direktur pusat layanan dan tempat penampungan bagi pekerja migran di bawah Serve the People Association di Taoyuan, mengatakan bahwa akan sangat sulit untuk mengganti lebih dari 265.000 pekerja dari Indonesia dengan orang-orang dari negara lain pada waktu yang sangat singkat.

Da juga mendesak para majikan Taiwan untuk mencoba memahami penderitaan para pekerja migran dan alasan mengapa banyak yang berutang karena biaya broker yang besar dan selangit.

Hingga akhir September 2020, ada 265.553 pekerja migran Indonesia di Taiwan, dengan 194.254 bekerja di bidang sosial seperti pengasuh dan asisten rumah tangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Zufrizal
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper