Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemulihan Lahan Pertanian Bisa Memperlambat Kepunahan dan Perubahan Iklim

Kerusakan alam bisa menyebabkan perubahan iklim dan punahnya flora dan fauna di muka bumi.
Meningkatkan jumlah lahan pertanian bisa mengurangi perubahan iklim./ilustrasi
Meningkatkan jumlah lahan pertanian bisa mengurangi perubahan iklim./ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati menyebabkan badai dan kebakaran hutan semakin parah. Kondisi tersebut membuat 1 juta spesies terancam punah yang diakibatkan ekosistem yang memburuk.

Para ilmuwan mengidentifikasi sebuah metode untuk menyerap hampir setengah dari karbon dioksida yang telah menumpuk sejak revolusi Industri dan mencegah lebih dari 70 persen dari perkiraan kepunahan flora dan fauna di darat.

Kuncinya? Mengembalikan 30 persen strategis lahan pertanian dunia ke alam.

Mengutip dari Straits Times, para peneliti menemukan sebuah cara  yang dapat menjaga pasokan makanan yang melimpah untuk orang-orang serta tetap menjaga suhu global tidak naik melewati 2 derajat celcius, yang merupakan target dari Perjanjian Paris.

"Itu salah satu cara paling hemat biaya untuk memerangi perubahan iklim dan menghindari kepunahan global," ujar Bernardo B.N. Strassburg, salah satu penulis studi dan ilmuwan lingkungan dari Pontifical Catholic University of Rio de Janeiro and the International Institute for Sustainability.

Para peneliti menggunakan peta dari Badan Antariksa Eropa yang membagi permukaan planet menjadi beberapa bidang yang diklasifikasikan berdasarkan ekosistem: hutan, lahan basah, lahan semak, padang rumput, dan daerah kering. Pembagian ini dilakukan menggunakan algoritma yang mereka kembangkan.

Cara yang dilakukan adalah para ilmuwan mengevaluasi wilayah untuk mitigasi perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati dengan biaya terendah.

"Jika Anda benar-benar ingin mengoptimalkan ketiga hal pada saat yang sama, itu mengarah ke peta yang berbeda," ujar Strassburg.

Program serupa dan yang menjadi pelengkap metode tersebut adalah The Global Safety Net, yang dirilis bulan lalu. Program ini mengidentifikasi 50 persen sektor paling strategis dari planet ini yang perlu untuk dilindungi, seperti mengidentifikasi dan menjaga spesies yang sudah langka, menjaga keanekaragaman hayati yang tinggi, menjaga lanskap mamalia secara besar, mempertahankan hutan belantara yang utuh, dan stabilisasi iklim.

Saat ini, semakin banyak kampanye yang berupaya menangani keadaan darurat lingkungan dunia dengan melestarikan atau memulihkan sebagian besar planet ini. Contohnya adalah The Bonn Challenge yang bertujuan untuk memulihkan 350 juta hektar pada tahun 2030. Sementara itu, The Campaign for Nature mendorong para pemimpin untuk melindungi 30 persen dari planet ini pada tahun 2030.

Dalam penelitian terbaru tersebut, para ilmuwan menemukan bahwa naik turunnya manfaat tergantung pada seberapa banyak lahan yang dipulihkan. Dengan melepaskan 15 persen lahan pertanian strategis kembali ke alam seperti sediakala, misalnya, dapat menyisihkan 60 persen dari kepunahan dan menyerap sekitar 30 persen karbon yang terbentuk di atmosfer.

Para penulis memperkirakan bahwa pada tingkat global, 55 persen lahan pertanian dapat dikembalikan ke alam sambil mempertahankan tingkat produksi pangan saat ini dengan menggunakan lahan pertanian yang ada secara lebih efektif dan berkelanjutan.

"Benar-benar mengesankan, "Para penulis melakukan pekerjaan yang baik dengan mengakui beberapa batasan pekerjaan pada saat yang sama saat mereka mengajukan visi besar ini," ujar J. Leighton Reid, seorang spesialis restorasi ekologi dari Virginia Tech yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

Tantangan terbesar untuk menjaga kelestarian lingkungan adalah persoalan politik dan mencari dana untuk membayar petani guna memulihkan begitu banyak lahan ke alam. Namun, penulis menunjuk pada ratusan miliar atau triliunan dolar per tahun yang mensubsidi bahan bakar fosil dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan.

Robin Chazdon , ahli biologi senior di University of Connecticut mengungkapkan ada banyak uang yang tersedia untuk investasi di muka bumi. Namun, setiap investasi tersebut cenderung membawa dunia pada kehancuran.

Penelitian tersebut diminta oleh Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati, yang merupakan sebuah perjanjian global yang bertujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Salah satu penulisnya, David Cooper, adalah wakil sekretaris eksekutifnya.

Sebuah laporan baru-baru ini yang disampaikan oleh konvensi menunjukkan bahwa para pemimpin dunia telah gagal memenuhi target mereka. Amerika Serikat adalah satu-satunya negara bagian di dunia, kecuali Vatikan, yang belum menandatangani perjanjian itu.

Penelitian ini akan digunakan untuk membantu komitmen global pada konvensi keanekaragaman hayati dan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun depan. Namun, studi baru ini menyoroti pengecualian alam terhadap perbatasan negara, studi ini menghadirkan tantangan diplomatik.

"Ini memberikan manfaat yang jauh lebih tinggi secara keseluruhan jika Anda mengabaikan batas negara dan hanya melihat prioritas," ujar Chazdon. Tempat paling strategis tersebar sangat tidak merata; hutan tropis dan lahan basah, misalnya, menyimpan potensi besar untuk penyimpanan karbon dan perlindungan keanekaragaman hayati.

Para penulis penelitian tersebut mencatat bahwa kegiatan konservasi alam liar yang masih berjalan tetap menjadi cara paling penting untuk melindungi keanekaragaman hayati, dan melihat usulan restorasi sebagai tambahan penting.

Langkah-langkah penting lainnya yang dicatat Strassburg adalah menghentikan penggunaan bahan bakar fosil, mengurangi limbah makanan, energi dan sampah plastik; dan membangun pola pikir yang berkelanjutan mengenai pembelian barang seperti makanan, mobil, dan pakaian.

"Begitu konsumen mulai mengubah pola mereka, perusahaan akan bereaksi sangat cepat," ujar Chadzon.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper